Blog Archive

Thursday 9 July 2015

Wakaf: Menggali Wakaf Tunai

PENDAHULUAN

Umat Islam di Indonesia telah karib dengan kata wakaf. Sayang, kekariban ini tak membuat mereka mengerti benar tentang wakaf. Banyak dari mereka yang belum mengerti apa itu pengertian wakaf, rukun, syarat, objek dan hal-hal lain yang berhubungan dengan wakaf. Hingga kini, mereka beranggapan bahwa wakaf hanyalah berupa masjid dan kuburan. Padahal wakaf telah mengalami perkembangan yang pesat, dan tampil dalam wujud lain, wakaf produktif atau wakaf tunai. Perubahan-perubahan ini belum dipahami betul oleh sebagian masyarakat. Tak heran jika potensi wakaf yang begitu besar tak tergarap secara optimal. Padahal apabila wakaf dikelola dengan benar dan optimal maka wakaf bisa memberiakan sumbangsih yang besar terhadap perekonomian umat dan negara.
Memang salah satu wakaf yang paling nge-trend dalam pandangan masyarakat kebanyakan adalah wakaf yang berupa tanah untuk bangunan mesjid ataupun tanah untuk dipergunakan sebagai tembat kuburan. Pandanag tersebut memang benar karena selama ini kebanyakan hal yang terjadi memang demikian. Bahwa wakaf tak hanya kuburan dan masjid namun potensi wakaf bisa dikembangkan untuk hal produktif yang akan memberikan manfaat ekonomi kepada masyarakat luas. Sebenarnya wakaf memiliki potensi yang produktif jika dikelola dengan baik pula.
Para ulama memiliki peran yang strategis untuk menyebarkan pemahaman tentang pentingnya wakaf bagi pertumbuhan ekonomi umat jika dikelola dengan sesuatu yang produktif. Permasalahan-permasalahan yang ada harus cepat mendapatkan pemecahan. Karena di dunia Islam sendiri, khususnya, wakaf telah berkembang sangat pesat. Wakaf telah memberikan manfaat yang sangat besar bagi masyarakat Islam. Sekarang saja, telah ada badan wakaf internasional untuk memobilisasi potensi wakaf agar memberikan manfaat lebih luas. Bahkan konvensi internasional tentang pemberdayaan wakaf juga telah dirumuskan. Jika Indonesia tak mau bergerak untuk segera menyelesaikan masalah-masalah yang terkait dengan wakaf, maka tak akan mampu mengembangkan wakaf secara optimal. Tentunya juga tak mampu mengangkat tingkat kesejahteraan masyarakat. Padahal sebuah prospek yang besar ada di depan mata dimana sesuatu yang menjadi prospek tersebut telah jauh-jauh hari diperintahkan oleh Alloh dalam kitab suci-Nya Al Quran. Ironis jika sesuatu yang diperintahkan oleh kita sia-siakan.
Untuk itu makalah ini akan membahas tentang apa itu pengertian wakaf, sejarah wakaf, rukun wakaf, syarat wakaf, objek wakaf, perkembangan wakaf, dan wakaf sebagai potensi umat.

  

WAKAF: MENGGALI WAKAF TUNAI

A. Pengertian Dan Sejarah Wakaf
            Menurut bahasa wakaf berasal dari waqf yang berarti radiah (terkembalikan), al-tasbil (tertawan) dan al-man’untuk (mencegah).[1]
            Sedangkan menurut istilah (syara’) yang dimaksud dengan wakaf sebagaimana yang didefinisikan oleh para ulama dan peraturan perundang-undangan yang ada di Indonesia adalah sebagai berikut:
  1. Muhammad al-Syartibi al-Khatib berpendapat bahwa yang dimaksud dengan wakaf adalah: “Penahanan harta yang memungkinkan untuk dimanfaatkan disertai dengan kekalnya zat benda dengan memutuskan (memotong) tasharruf (penggolongan) dalam penjagannya atas Mushrif (pengelola) yang dibolehkan adanya”.[2]
  2. Imam Taqiy al-Din Abi Bakr bin Muhammad al-Husaeni dalam kitab Kifayat al-Akhyar berpendapat bahwa yang dimaksud dengan wakaf adalah: “Menahan harta yang memungkinkan untuk dimanfaatkan dengan kekalnya benda (zatnya), dilarang untuk digolongkan zatnya dan dikelola manfaatnya dalam kebaikan untuk mendekatkan diri pada Alloh SWT”.[3]
  3. Ahmad Azhar Basyir berpendapat bahwa yang dimaksud dengan wakaf adalah menahan harta yang dapat diambil manfaatnya tidak musnah seketika, dan untuk penggunaan yang dibolehkan, serta dimaksudkan untuk mendapat ridha Alloh.[4]
  4. Idris Ahmad berpendapat bahwa yang dimaksud dengan wakaf ialah menahan harta yang mungkin dapat diambil orang manfaatnya, kekal zat (‘ain)-nya dan menyerahkannya ke tempat-tempat yang telah ditentukan syara’, serta dilarang leluasa pada benda-benda yang dimanfaatkannya itu.[5]
  5. Wakaf adalah suatu perbuatan hukum seseorang atau badan hukum yang memisahkan sebagian dari harta kekayaannya yang berupa tanah milik dan melembagakannya untuk selama-lamanya untuk kepentingan peribadatan atau kepentingan umum lainnya.[6]
  6. Wakaf adalah perbuatan hukum seseorang atau sekeleompok orang atau badan hukum yang memisahkan sebagian harta miliknya dan melembagakannya untuk selama-lamanya guna kepentingan ibadat atau keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran Islam.[7]
Dari definisi-definisi yang telah dijelaskan oleh para ulama dan peraturan perundang-undangan yang ada di Indonesia, kiranya dapat dipahami bahwa yang dimaksud dengan wakaf adalah menahan sesuatu benda yang kekal zatnya, dan memungkinkan untuk diambil manfaatnya guna diberikan di jalan kebaikan.[8]
Sejarah wakaf telah mengalami berbagai lika-liku jalan yang panjang. Berikut dijelaskan sejarah wakaf sebelum Islam, sesudah Islam dan sejarah wakaf di Indonesia.
A. Sebelum Islam
Sebelum datangnya Islam, sebenarnya telah ada institusi yang mirip dengan institusi perwakafan, walaupun tidak menggunakan istilah wakaf. Hal ini dikarenakan pada dasarnya seluruh manusia manusia itu mempercayai adanya Tuhan, dan menyembahnya sesuai dengan kepercayaannya masing – masing. Hal inilah yang menjadi factor pendorong umat manusia untuk membangun rumah peribadatannya masing – masing.
Perbedaan antara praktek wakaf yang terjadi sebelum Islam dan setelah datangnya Islam terletak pada tujuan wakaf. Dalam Islam, tujuan wakaf untuk mendekatkan diri dan mencari ridho Allah Swt. Sedangkan wakaf sebeluim datangnya Islam seringkali digunakan sebagai sarana mencari prestise ( kebanggaan )
B. Setelah Datangnya Islam
Keberadaan wakaf sejak masa rasulullah saw. Diriwayatkan dari Abdullah bin umar, bahwa Umar bin Khattab mendapat sebidang tanah di Khaibar. Lalu dia menhadap Rasulullah untuk memohon petunjuk tentang apa yang sepatutnya dilakukan terhadap  tanah tersebut, kemudian rasulullah menyuruh Umar untuk mewakafkan tanah tersebut. Lalu Umar mewakafkan tanah tersebut dengan syarat tidak boleh diwariskan. Umar salurkaan hasil tanah tersebut untuk keperluan fakir miskin, membebaskan budak, orang-orang yang berjuang dijalan Allah dan kepentingan – kepentingan umum yang lain.
Selanjutnya pada masa Daulah bani Umayyah dan Abbasiyah, wakaf telah meluas serta memicu umat Islam untuk mewakafkan harta mereka. Sehingga jangkauan wakaf tidak hanya terlepas dari pada penyaluran harta kepada fakir miskin saja, akan tetapi telah merambah pada pendirian sarana ibadah, tempat-tempat pengungsian, perpustakaan dan sarana pendidikan serta beasiswa untuk para pelajar, tenaga pengajar dan orang-orang yang terlibat didalamnya.
C. Sejarah Wakaf di Indonesia
   Wakaf merupakan lembaga hukum Islam yang telah diterima  dihampir seluruh wilayah nusantara yang disebut dengan istilah Belanda Vrome Stichting, artinya keseluruhan konsepsi tentang wakaf sudah menjadi bagian yang tak terpisahkan dengan adapt istiadat masyarakat Indonesia yang sudah berjalan berabad-abad.
Institusi perwakafan di Indonesia yang berasal dari hukum Islam telah dikenal bersamaan dengan kehadiran agama Islam di Indonesia, yakni sejak abad pertama Hijriyah atau abad ke tujuh Masehi.
Pada tahun 1922 telah telah terdapat wakaf diseluruh Indonesia Adapun nama dan jenis benda yang diwakafkan berbeda-beda, misalnya di Aceh disebut wakeuh, di Gayo disebut wokos dan di Payakumbuh disebut ibah. Selain perwakafan dari hukum Islam, terdapat perwakafan yang berasal dari hukum adat, seperti di Banten terdapat tanah wakaf yang bernama huma serang, yang digunakan untuk kepentingan umum dan keagamaan, Desa Perdikan, Desa Pekuncen, Desa Keputihan di Jawa.
Hal ini berarti perwakafan telah ada dan berlaku di Indonesia sejak abad ketujuh Masehi, meskipun beluim ada peraturan tertulis yang mengaturnya.

B. Rukun, Syarat Dan Objek Wakaf
            Dalam wakaf ada syarat-syarat yang bersifat umum, maka akan dijelaskan syarat-syarat umum terlebih dahulu kemudian dijelaskan rukun-rukunnya dan syarat-syarat yang berkaitan dengan rukun tersebut.
            Syarat-syarat wakaf yang bersifat umum adalah sebagai berikut:
  1. Wakaf tidak dibatasi dengan waktu tertentu sebab perbuatan wakaf berlaku untuk selamanya, tidak untuk waktu tertentu. Bila seseorang mewakafkan kebun untuk jangka waktu 10 tahun misalnya, maka wakaf tersebut dipandang batal.
  2. Tujuan wakaf harus jelas, seperti mewakafkan sebidang tanah untuk masjid, mushola, pesantren, pekuburan (makam) dan yang lainnya. Namun, apabila seseorang mewakafkan sesuatu kepada hukum tanpa menyebut tujuannya, hal itu dipandang sah sebab penggunaan benda-benda wakaf tersebut menjadi wewenag lembaga hukum yang menerima harta-harta wakaf tersebut.
  3. Wakaf harus segera dilaksanakan setelah dinyatakan oleh yang mewakafkan, tanpa tergantung pada peristiwa yang akan terjadi di masa yang akan datang sebab pernyataan wakaf berakibat lepasnya hak milik bagi yang mewakafkan. Bila wakaf digantungkan dengan kematian yang mewakafkan, ini bertalian dengan wasiat dan tidak bertalian dengan wakaf. Dalam pelaksanaan seperti ini, berlakulah ketentuan-ketentuan yang bertalian dengan wasiat.
  4. Wakaf merupakan perkara yang wajib dilaksanakan tanpa adanya hak khiyar (membatalkan atau melangsungkan wakaf yang telah dinyatakan) sebab pernyataan wakaf berlaku seketika dan untuk selamanya.
Sedangkan yang termasuk rukun-rukun wakaf adalah:
    1. orang yang berwakaf (wakif);
    2. harta yang diwakafkan (mauquf);
    3. tujuan wakaf (mauquf ‘alaih);
    4. pernyataan wakaf (shigat waqf).
Syarat-syarat yang berkaitan dengan yang mewakafkan (wakif) adalah wakif mempunyai kecakapan melakukan tabarru, yaitu melepaskan hak milik tanpa imbalan materi. Orang yang dikatakan dikatakan cakap bertindak tabarru adalah baligh, berakal sehat, dan tidak terpaksa.
Dalam fiqh Islam dikenal dengan baligh dan rasyid. Baligh dititik beratkan pada umur dan rasyid  dititikberatkan pada kematangan pertimbangan akal, maka dipandang tepat bila dalam cakap ber-tabarru disyaratkan rasyid, yang dapat ditentukan dengan penyelidikan.
Syarat-syarat yang berkaitan dengan harta yang diwakafkan adalah bahwa harta wakaf (mauquf) merupakan harta yang bernilai, milik yang mewakafkan (waqif), dan tahan lama untuk digunakan. Harta wakaf dapat juga berupa uang yang dimodalkan, berupa saham pada perusahaan, dan berupa apa saja yang lainnya. Hal yang penting pada harta yang berupa modal adalah dikelola dengan sedemikian rupa (semaksimal mungkin) sehingga mendatangkan kemaslahatan atau keuntungan.
Syarat-syarat tujuan wakaf adalah bahwa tujuan wakaf (mauquf ‘alaih) harus sejalan (tidak bertentangan) dengan nilai-nilai ibadah, sebab wakaf merupakan salah satu amalan shadaqah dan shadaqah merupakan salah satu perbuatan ibadah. Maka tujuan wakaf harus termasuk kategori ibadah atau sekurang-kurangnya merupakan perkara-perkara mudah menurut ajaran agama Islam, yakni yang dapat menjadi sarana ibadah dalam arti luas. Harta wakaf harus segera dapat diterima setelah wakaf diikrarkan. Bila wakaf diperuntukkan membangun tempat-tempat ibadah umum, hendaklah ada badan yang menerimanya.
Syarat-syarat sighat wakaf adalah bahwa wakaf di-sighat-kan, baik dengan lisan, tulisan, maupun dengan isyarat. Wakaf dipandang telah terjadi apabila ada pernyataan wakif (ijab) dan kabul dari mauquf ‘alaih tidaklah diperlukan. Isyarat hanya boleh dilakukan bagi wakif yang tidak mampu melakukan lisan dan tulisan.
Sementara objek wakaf yang merujuk pada UU No 41 tahun 2004 tentang wakaf pasal 16 berisi:
1)      Harta benda wakaf terdiri dari:
  1. benda tidak bergerak; dan
  2. benda bergerak
2)      2. Benda tidak bergerak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
  1. hak atas tanah sesuai d ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku baik yang sudah maupun yang belum terdaftar;
  2. bangunan atau bagian bangunan yang berdiri di atas tanah sebagaimana dimaksud pada huruf a;
  3. c.tanaman dan benda lain yang berkaitan dengan tanah;
  4. hak milik atas satuan rumah susun sesuai dengan ketentuan paraturan perundang-undangan yang berlaku; dan
  5. benda tidak bergerak lain sesuai dengan ketentuan syariah dan peraturtan perundang-undangan yang berlaku.
3)      3. Benda bergerak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah harta benda yang tidak bias jhabis karena dikonsumsi, meliputi:
  1. uang;
  2. b.logam mulia;
  3. c.surat berharga;
  4. kendaraan;
  5. hak atas kekayaan intelektual;
  6. hak sewa; dan
  7. benda bergerak lain sesuai dengan ketentuan syariah dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

C. Perkembangan Wakaf Dan Upaya Menggali Wakaf Tunai
Perkembangan wakaf di Indonesia memasuki babak baru. Paling baru, diperkenalkannya wakaf uang atau wakaf tunai. Banyak pihak berharap wakaf jenis ini mampu mendongkrak pengembangan wakaf tak bergerak agar lebih optimal. Karena jika hal itu menjadi kenyataan, tentu akan memberikan manfaat lebih banyak bagi umat. Pada masa mendatang perkembangan wakaf di tanah air memiliki prospek bagus. Meski demikian, memang perlu dilakukan sejumah pembenahan agar impian tersebut dapat terwujud.
Perlu adanya perubahan konsepsi terhadap wakaf itu sendiri. Artinya masyarakat jangan hanya memandang bahwa wakaf adalah masjid, tanah, atau benda tak bergerak lainnya. Dan kini telah terjadi, masyarakat sudah mulai menganggap keberadaan wakaf tunai.
Sebenarnya wakaf di Indonesia memang telah ada sejak masuknya Islam di tanah air. Walaupun demikian, wakaf tak berkembang optimal. Masalahnya, wakaf yang ada pada umumnya adalah wakaf benda tak bergerak.
Wakaf benda tak bergerak tak dapat berkembang baik jika tak diiringi oleh wakaf benda bergerak atau wakaf tunai. Pasalnya, tambahnya, wakaf tunai membuka peluang yang unik untuk menciptakan investasi. Baik untuk pelayanan keagamaan, pendidikan serta layanan sosial.
Apabila kenyataan itu hadir maka wakaf tunai telah mampu menjadi sarana bagi rekonstruksi sosial dan pembangunan. Sebab adanya wakaf tunai akan membuat si kaya melakukan transfer tabungan kepada para usahawan dan anggota masyarakat lainnya untuk membiayai berbagai kegiatan.
Wakaf tunai membuka peluang yang unik bagi penciptaan investasi di bidang ekonomi termasuk bidang keagamaan, pendidikan, dan pelayanan sosial. Lembaga wakaf dapat menghimpun dana dari anggota masyarakat yang berpenghasilan tinggi yang akan memberikan wakaf tunainya dengan menerbit Sertifikat Wakaf Tunai (SWT). Selanjutnya pendapatan yang diperoleh dari pengelolaan wakaf tunai tersebut dapat dibelanjakan untuk berbagai tujuan yang berbeda diantaranya untuk pemeliharaan harta-harta wakaf itu sendiri serta pengeluaran-pengeluaran investasi ekonomi lainnya.
Penerbitan Sertifikat Wakaf Tunai akan membuka peluang penggalangan dana yang cukup besar karena:
1. Lingkup sasaran pemberi wakaf tunai (pewakif) bisa menjadi sangat luas dibandingkan dengan wakaf biasa.
2. Sertifikat Wakaf Tunai dapat dibuat dalam berbagai macam pecahan, yang disesuaikan dengan segmen muslim yang dituju, yang kira-kira memiliki kesadaran beramal tinggi.
Muslim kelas menengah sebenarnya memiliki kesadaran yang cukup tinggi untuk beramal. Namun, karena sarana beramal yang sesuai dengan penghasilan mereka sangat terbatas, maka akhirnya mereka hanya beramal pada sektor-sektor tradisional, seperti amal masjid, pembangunan mushola dan lain sebagainya.
Pertama-tama, banyak muslim kelas menengah memiliki kesadaran yang cukup tinggi untuk beramal. Dewasa ini, dana untuk beramal dari golongan ini sangat terbatas sehingga mereka hanya dapat beramal pada sektor-sektor  tradisional seperti amal masjid, pembangunan mushola dan lain-lain. Jika ada organisasi Lembaga Waqaf yang dikelola secara profesional, maka ini akan menjadi lahan baru bagi Muslim kelas menengah untuk beramal. Kedua, jumlah muslim kelas menengah diperkirakan sebesar 10 juta jiwa dengan rata-rata penghasilan per bulan Rp 1.000.000 hingga Rp 30.000.000.[9] Ketiga, Nilai Sertifikat wakaf tunai dibagi beberapa besaran nilai mulai dari Rp 200.000 hingga Rp 5.000.000,- ; sesuai dengan besaran distribusi penghasilan muslim kelas menengah yang ada.[10]
Pengelolaan wakaf tunai sebagai instrumen investasi menjadi menarik, karena benefit atas investasi tersebut – dsalam bentuk keuntungan investasi – akan dapat dinikmati oleh masyarakat di mana saja (baik lokal, regional, maupun internasional). Hal ini dimungkinkan karena benefit atas investasi tersebut berupa cash yang dapat ditransfer ke beneficiary manapun di seluruh dunia. Sementara investasi atas dana wakaf tersebut dapat dilakukan di manapun tanpa batas negara, mengingat sifat wakaf tunai yaitu cash yang dapat diinvestasikan di negara manapun. Hal inilah yang diharapkan mampu menjembatani kesenjangan antara masyarakat “kaya” dengan masyarakat “miskin”, karena diharapkan terjadi transfer kekayaan dalam bantuk keuntungan investasi dari masyarakat “kaya” kepada masyarakat “miskin”. Proses ini dapat menjadi ‘efek bola salju’ ketika benefit atas dana wakaf diinvestasikan kembali dan seterusnya.
            Ketika dana hasil pengelolaan asset wakaf digunakan untuk membangun jembatan, maka barang tersebut memiliki ciri sebagai Social Good (barang tersebut dapat dimanfaatkan orang lain). Sedangkan ketika dana itu digunakan untuk membangun rumah sakit atau sekolahan, maka barang itu disebut sebagai Private Good (manfaat dari konsumsi dinikmati secara khusus oleh konsumen tertentu, dan akibat kegiatan mengkonsumsi tersebut, maka orang lain tidak dapat mengkonsumsinya), dan oleh karena itu harganya dapat ditentukan. Dengan demikian, ketika keseluruhan sumber yang diperoleh dari Wakaf Properti dibagi menjadi private dan social good atau ketika social good dipilih, keberadaan konsumsi yang non-rival mengubah kondisi kegunaan sumber yang efisien, yang semula bersifat rival. Institusi wakaf akan memerankanfungsi alokasi, tetapi peran tersebut masih belum optimal. Funsi alokasi tersebut tidak saja terkait d penyesuaian pendapatan (adjustment income) dan kemakmuran, tetapi juga penyesuaian harga dan jasa dimana wakaf tersebut terlibat. Oleh karena itu, haruslah dilakukan studi kasus yang mendalam untuk menunjukkan bagaimana wakaf dapat menunjang alikasi barang daan jasa, fungsi distribusi dan stabilisasi di negara-negara muslim modern.
Selain perkembangan wakaf dalam hal wakaf tunai, dalam hal pelaksanaan wakaf telah mengalami perkembangan yang cukup bagus. Walaupun untuk Indonesia perkembangan wakaf boleh dikatakan masih seret, namun jika kita menengok ke luar perbedaan yang signifikan akan tampak.
Seperti misal untuk negara Turki, negara ini telah memiliki Waqf Bank and Finance Corporation, yang diarahkan untuk memobilisasi sumber-sumber wakaf. Lembaga ini juga digunakan untuk membiayai berbagai proyek kerja sama.
Untuk ukuran Indonesia sebenarnya tidak perlu muluk-muluk untuk bisa memulai memanajemen wakaf yang ada. Seperti yang sudah diterangkan di atas wakaf tunai merupakan bidang yang menjanjikan untuk kita gali dan kita kelola lebih baik. Tentunya kita mengharapkan tidak hanya sampai pada pengelolaan wakaf tunai saja, tetapi inovasi lain dalam hal manajemen wakaf juga perlu terus untuk dikembangkan.

D. Wakaf Sebagai Potensi Ekonomi Umat
Dengan prospek yang dimiliki oleh wakaf diharapkan badan yang mengelola wakaf tidak sembarangan. Meski sebenarnya lembaga manapun bisa melakukannya jika telah mendapatkan rekomendasi pihak yang berwenang. Terutama dari Departemen Agama, Departemen Keuangan, dan BI. Hal-hal yang perlu dibenahi adalah pengelola wakaf jangan  bersifatnya tradisional dimana mereka hanya memfungsikan dirinya sebagai penunggu wakaf. Padahal seharusnya ia bertugas supaya wakaf itu bermanfaat. Misalnya, jika wakafnya adalah masjid. Bagaimana masjid itu dimanfaatkan serta bisa mendanai dirinya dari dana yang berasal dari pengembangan masjid. Mungkin sebagian gedung milik masjid untuk tempat sewa pertemuan atau pernikahan.
Di sini, ujarnya, harus ada orang-orang yang profesional. Di beberapa negara, pengelola wakaf adalah orang-orang yang ahli di bidangnya. Misalnya, doktor di bidang hukum Islam, ekonomi Islam maupun pertanian.
Langkah selanjutnya yang perlu dilakukan adalah keberadaan badan pengelola wakaf. Apalagi jika wakaf uang telah berkembang. Negara-negara yang telah berkembang wakafnya, maka badan wakaf pasti ada.
Badan ini bertugas mengelola wakaf yang bersifat nasional atau wakaf dari negara lain. Di samping itu, ia juga bisa menjadi koordintaor dari pengelola wakaf yang telah ada. Dengan harapan para pengelola wakaf itu dapat menjalankan tugasnya dengan baik.
Sebab sebagai koordinator, jika ada pengelola wakaf yang punya wakaf tanah maka ia punya database serta alternatif dana yang membantu dalam pengembangan wakaf tak bergerak atau mencari dana dari tempat lain.
Ia juga berharap mereka yang berada di badan wakaf adalah orang yang ahli di bidangnya serta tak digaji melalui dana dari pemerintah. Menurutnya, mereka untuk sementara bisa menjadi volunteer.
Andaikata kemudian dari wakaf yang ada dapat dikembangkan, maka pengelola wakaf berhak sebesar sepuluh persen dari pengembangan wakaf itu. Jadi mereka digaji melalui dana hasil pengembangan wakaf.
Dengan hadirnya lembaga yang concern dalam mengelola wakaf tunai, maka kontribusi dalam mengatasi problem kemiskinan dan kebodohan yang mendera bangsa akan lebih signifikan.
Dengan adanya lembaga yang concern dalam mengelola wakaf tunai, maka diharapkan kontribusi dalam mengatasi problem kemiskinan dan kebodohan yang mendera bangsa akan lebih tampak keberadaannya lagi. Apalagi sebagaimana yang telah dihitung oleh seorang ekonom, Dr. Mustafa E. Nasution, potensi wakaf tunai umat Islam di indonesia saat ini bisa mencapai Rp 3 Triliun setiap tahunnya. Potensi ini mesti segera digarap secara profesional oleh lembaga wakaf. Diharapkan Indonesia bisa segera menjadi negara yang dapat mengelola wakafnya dengan baik.


  
KESIMPULAN

Upaya-upaya ke arah memajukan kesejahteraan umat dewasa ini memiliki peluang yang besar. Di satu sisi, kondisi ekonomi masyarakat sangat memprihatinkan sehingga pendekatan keagamaan diperlukan untuk turut memecahkan persoalan bangsa. Sebenarnya untuk ukuran bangsa Indonesia yang memiliki jumlah penduduk muslim terbesar di dunia wakaf bagaikan sejumlah bahan galian yang masih perlu kita gali demi kemakmuran bersama.
Sebenarnya beraneka ragam objek wakaf yang bisa diambil di negara Indonesia. Walaupun sampai saat ini banyak dari masyarakat Indonesia yang belum mengerti betul apa itu wakaf, sudah menjadi tugas bersama kita semua untuk bisa mengoptimalkan pemanfaatan wakaf. Terobosan dan inovasi baru dalam dunia perwakafan Indonesia adalah dengan  diperkenalkannya wakaf uang atau wakaf tunai. Dengan hadirnya wakaf jenis ini diharapkan akan mampu mendongkrak pengembangan wakaf tak bergerak agar lebih optimal. Karena jika wakaf tunai bisa dimanfaatkan secara optimal dan akhirnya bisa menjadi sebuah kenyataan, tentu akan memberikan manfaat lebih banyak bagi umat. Pada masa mendatang perkembangan wakaf di tanah air khususnya wakaf tunai memiliki prospek bagus. Meski demikian, memang perlu dilakukan sejumah pembenahan agar pengelolaan wakaf tunai bisa terwujud.
Perlu adanya perubahan arah pandang terhadap wakaf itu sendiri. Artinya masyarakat jangan hanya memandang bahwa wakaf adalah masjid, tanah, kuburan atau benda tak bergerak lainnya. Dan kini telah terjadi, masyarakat sudah mulai menganggap keberadaan wakaf tunai.
Pengelolaan wakaf benda tak bergerak tak dapat berkembang baik jika tak diiringi oleh pengelolaan wakaf benda bergerak atau wakaf tunai. Pasalnya, tambahnya, wakaf tunai membuka peluang yang unik untuk menciptakan investasi. Baik untuk pelayanan keagamaan, pendidikan serta layanan sosial.
Jika wakaf terutama wakaf tunai sebegitu bagusnya prospek yang bisa dimiliki, maka hal yang harus segera dibenahi adalah keberadaan dari badan pengelola wakaf itu sendiri. Pengelolaan yang baik tentunya akan memberikan hasil yang baik pula. Sehingga jangan sampai suatu hal yang besar dan kita tinggal memetik menjadi suatu hal yang hancur karena kesemrawutan kita dalam megelolanya.
Wakaf tunai merupakan satu instrument keuangan alternative untuk mobilisasi dana dalam rangka pengentasan kemiskinan, instrument ini diharapkan mampu melengkapi instrument keuangan Islam lainnya yang selama sedang giatnya kita kembangkan. Dengan karakteristik wakaf tunai yang berada dengan istrumen keuangan lainnya diharapkan mampu berperan lebih untuk mengurangi ketergantungan terhadap bantuan luar negeri serta mampu menciptakan kepedulian dan keamanan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

by: Tantowi Azizi Sahoed






[1] Muhammad al-Syarbini al-Khatib, Al-‘lqna fi Hall al-Alfadz Abi Syuza, (Dar al-Ihya al-Kutub: Indonesia, t.t.), hlm. 319.
[2] Ibid, hlm. 81.
[3] Abi Bakr ibn Muhammad Taqiy al-Din, Kifayat al-Akhyar, PT Al Ma’arif: Bandung, t.t., hlm. 119.
[4] Ahmad Azhar Basir, Wakaf; Izarah dan Syirkah, PT Al-Ma’arif: Bandung, 1987, hlm. 5.
[5] Idris Ahmad, Fiqh al-Syafi’iyah, Karya Indah: Jakarta, 1986, hlm. 156.
[6] Peraturan Pemerintah No.28 tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik pasal 1.
[7] Instruksi Presiden No.1 tahun 1991
[8] Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, PT Raja Grafindo Persada: Jakarta, 1997, hlm. 239.
[9] Perkiraan perhitungan dana yang bisa dihimpun dari Tabung Wakaf Indonesia Dompet Dhuafa.
[10] Ibid.

No comments:

Post a Comment