Blog Archive

Thursday 9 July 2015

Penentuan Harga Transfer dan Pengaruhnya Terhadap Perilaku Manajer Divisi

PENENTUAN HARGA TRANSFER DAN PENGARUHNYA
TERHADAP PERILAKU MANAJER DIVISI

A. ABSTRAK
Dalam sebuah organisasi perusahaan yang mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang pesat manajemen pusat tidak mampu lagi menangani seluruh persoalan yang ada. Oleh karena itu biasanya manajemen membagi organisasi perusahaan menjadi divisi-divisi yang dipimpin oleh seorang manajer divisi. Dengan kebijakan ini maka akan terjadi ketergantungan antar divisi karena masing-masing divisi tidak bisa berdiri sendiri dan mebutuhkan divisi yang lain. Output sebuah divisi menjadi input divisi lain. Dengan kata lain, tejadi barang antar divisi. Dari sisi penilaian kinerja, adanya transfer intern tersebut semakin memperumit proses penilaian kinerja pusat pertanggungjawaban. Harga yang disepakati dari transfer intern antar divisi disebut dengan harga transfer (transfer price). Harga ini akan berpengaruh terhadap laba divisi, baik divisi penjual maupun divisi pembeli. Jika harga terlalu tinggi, maka laba yang diperoleh divisi penjual tinggi, namun laba yang diperoleh divisi pembeli lebih rendah. Harga trasfer yang rendah akan berpengaruh sebaliknya. Hal tersebut tentu akan mempengaruhi keputusan-keputusan yang akan diambil oleh seorang manajer divisi.

B. PENDAHULUAN
Perusahaan dalam perkembangannya akan mengalami suatu perubahan sesuai dengan tahapannya. Ketika sebuah perusahaan pertama kali didirikan, biasanya kegiatan perusahaan dan karyawan yang terlibat dalam kegiatan tersebut masih sedikit dan dapat dikendalikan sepenuhnya oleh manajer pusat. Namun, sejalan dengan tumbuh dan berkembangnya perusahaan tersebut, kegiatan yang dilakukan dan karyawan yang terlibat semakin banyak, sehingga manajemen pusat tidak mampu lagi menangani seluruh persoalan yang ada dan membuat keputusan untuk seluruh organisasi perusahaan. Agar perusahaan dapat tetap berjalan sesuai harapan, biasanya manajemen lalu membagi-bagi tugas, memecah-mecah organisasi perusahaan menjadi divisi-divisi, dan menetapkan seorang manajer yang bertanggungjawab untuk setiap divisi tersebut. Para manajer divisi diberi kewenangan untuk membuat berbagai keputusan yang sebelumnya dilakukan manajemen pusat, dan perusahaan menetapkan berbagai instrumen evaluasi guna menilai menilai kinerja para manajer tersebut.
Ketika perusahaan telah mengalami perkembangan yang begitu pesat biasanya akan mendelegasikan wewenang kepada manajer-manajer divisi, untuk mengambil keputusan tertentu di masing-masing divisinya. Seorang manajer divisi dengan wewenang yang mereka miliki tentunya akan berusaha memberikan yang terbaik bagi manajemen pusat atau perusahaan. Akan tetapi dengan adanya pembagian menjadi beberapa divisi akan terjadi adanya ketergantungan antara divisi yang satu dengan divisi yang lain. Hal ini akan mengakibatkan kebijakan yang diambil oleh seorang manajer divisi akan berpengaruh terhadap manajer yang lain, sehingga seorang manajer tidak bisa membuat kebijakan yang semena-mena, karena bisa jadi produk dari divisi tersebut menjadi input bagi divisi yang lain dalam perusahaan yang sama. Jika perusahaan menginginkan adanya suatu keadilan dalam kebijakan yang dibuat oleh para manajer divisinya, maka produk yang ditransfer dari satu divisi ke divisi yang lain harga jualnya harus secara wajar. Harga barang yang ditransfer secara intern ini sering disebut dengan harga transfer.
Penentuan harga transfer berpengaruh terhadap divisi yang melakukan transfer dan perusahaan secara keseluruhan. Hal ini terjadi karena transfer anatar divisi akan berpengaruh terhadap laba masing-masing divisi, laba perusahaan, dan otonomi divisi. Akibatnya seorang manajer yang membawahi sebuah divisi hendaknya membuat kebijakan yang bisa mengoptimalkan apa yang ada. Dengan demikian divisi yang mereka pimpin akan mendapatkan suatu keuntungan dengan adanya wewenang yang mereka miliki dan perusahaan pun akan mendapat keuntungan karena kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh masing-masing manajer divisi tidak saling merugikan.

C. RUMUSAN MASALAH
Masalah yang umumnya dijumpai dalam penentuan harga transfer adalah dasar yang digunakan dalam penentuan harga transfer. Harga transfer di satu pihak merupakan pendapatan bagi pusat pertanggungjawaban yang menyerahkan produk atau jasa, di lain pihak merupakan biaya bagi pusat pertanggungjawaban yang menerima produk atau jasa. Harga transfer harus ditentukan secara adil, agar tidak merugikan pusat pertanggungjawaban yang mengadakan transaksi.
Selain itu jika perusahaan telah terbagi ke dalam divisi-divisi, maka di antara divisi-divisi tersebut dapat saling melakukan (transaksi intern) sebagaimana transaksi yang mereka lakukan terhadap pihak ekstern. Dalam transaksi intern tersebut, seringkali muncul persoalan, bahkan pertengkaran antar manajer, dalam menentukan harga.
Masalah harga transfer timbul jika terdapat transaksi pertukaran produk atau jasa antara dua divisi atau lebih di dalam perusahaan. Dalam hal ini biasanya timbul masalah dalam penentuan harga transfer, yaitu harga produk atau jasa yang dipertukarkan antar divisi di dalam perusahaan. Di satu pihak harga transfer merupakan pendapatan bagi divisi penjualan, di pihak lain merupakan biaya bagi divisi pembeli.
Sistem penentuan harga transfer harus memuaskan tiga tujuan: evaluasi kinerja yang akurat, keselarasan tujuan (goal congruence), dan perlindungan otonomi divisi. Penilaian kinerja yang akurat berarti bahwa manfaat yang diperoleh oleh seorang manajer divisi, tidak berakibat sebaliknya bagi manajer divisi yang lain. Keselarasan tujuan berarti manajer divisi memilih tindakan yang memaksimumkan laba perusahaan. Perlindungan otonomi divisi berarti bahwa manajemen pusat tidak akan campur tangan terhadap kebebasan mengambil keputusan oleh manajer divisi.

D. PEMBAHASAN
1. Penentuan Harga Transfer
Harga transfer adalah nilai produk atau jasa dipertukarkan (diperjualbelikan) antarpusat pertanggungjawaban di dalam perusahaan.[1] Harga transfer tersebut dapat dibedakan dengan harga jual, yaitu nilai produk atau jasa yang dijual oleh perusahaan kepada pihak eksternal.
Produk atau jasa yang dipertukarkan mungkin dihasilkan juga oleh pihak eksternal perusahaan, sehingga dalam hal ini suatu pasar pertanggungjawaban mempunyai alternatif untuk membeli produk atau jasa dari pihak eksternal perusahaan, atau dari pusat pertanggungjawaban penghasil produk atau jasa tersebut. Demikian pula bagi pusat pertanggungjawaban yang menghasilkan produk atau jasa, mempunyai alternatif untuk menjual kepada pihak eksternal perusahaan atau pusat pertanggungjawaban yang memerlukan produk atau jasa tersebut. Hal ini terjadi karena adanya wewenang yang diberikan manajemen pusat terhadap masing-masing divisi untuk mengelola divisinya. Wewenang itulah yang biasanya digunakan oleh seorang manajer untuk mengatur divisinya agar memperoleh keuntungan bagi divisi maupun bagi perusahaan.
Meskipun campur tangan langsung manajemen pusat tidak dikehendaki oleh seorang manajer divisi, namun dalam batas minimum justru diperlukan. Bentuk campur tangan yang masih dimungkinkan sekaligus diperlukan agar penentuan harga transfer berlangsung secara adil, dan menguntungkan kedua divisi yang terlibat dan sekaligus menguntungkan perusahaan adalah membantu mengidentifikasi dan menetapkan kebijakan dan pedoman. Salah satu pedoman yang sering digunakan dalam penentuan harga transfer adalah pendekatan biaya kesempatan (oportunity cost approach). Pendekatan biaya kesempatan dalam kondisi tertentu cocok dengan tujuan penilaian kinerja, keselarasan tujuan, dan otonomi.
Dalam penentuan kebijakan harga transfer, perhatian harus diarahkan kepada divisi penjual dan divisi pembeli secara adil. Pendekatan biaya kesempatan mengakomodasi kebutuhan tersebut dengan mengidentifikasi harga minimum yang dapat diterima unit penjual dan harga maksimum yang harus dibayar oleh unit pembeli. Harga transfer minimum dan harga transfer maksimum berhubungan dengan biaya kesempatan transfer barang secara internal. Secara rinci konsep dan pengertian harga minimum dan harga maksimum adalah sebagai berikut:
  1. Harga transfer miunimum adalah harga transfer yang tidak merugikan unit penjual apabila barang dijual kepada divisi intern.
  2. Harga transfer maksimum adalah harga transfer yang tidak merugikan divisi pembeli apabila barang dibeli dari divisi intern.
Dengan konsep di atas, maka harga minimum adalah harga yang berkaitan dengan divisi penjual, sedangkan harga maksimum berkaitan dengan divisi pembeli. Pendekatan ini memberikan peluang bagi peningkatan laba perusahaan secara keseluruhan. Dengan pendekatan ini barang harus ditransfer jika harga minimum lebih rendah dibanding harga maksimum. Per definisi, pendekatan ini menjamin bahwa kedua manajer divisi tidak mengalami kerugian.
2. Rumus Penentuan Harga Transfer
            Salah satu tujuan yang harus diperhatikan dalam penentuan harga transfer adalah mendorong keselarasan tujuan di antara divisi-divisi yang terlibat dalam transfer intern. Pedoman umum yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan ini adalah sebagai berikut:
Harga transfer
=
Tambahan biaya per unit karena adanya transfer
+
Opportunity cost per unit karena adanya transfer
            Rumus di atas menjelaskan bahwa harga transfer merupakan penjumlahan dua komponen. Komponen pertama adalah biaya per unit yang terjadi di divisi yang memproduksi barang atau jasa yang ditransfer. Biaya ini mencakup biaya variabel ditambah biaya lain yang terjadi karena adanya transfer. Komponen kedua adalah biaya kesempatan yang ditanggung oleh perusahaan secara keseluruhan karena adanya transfer. Ingat bahwa biaya kesempatan peluang/kesempatan atau manfaat yang hilang karena dipilihnya sebuah alternatif.[2]
3. Tujuan Penentuan Harga Transfer
            Sistem penentuan harga transfer harus memenuhi tiga tujuan berikut:
1. Evaluasi divisi secara akurat berarti tidak satupun manajer divisi yang memperoleh keuntungan dengan mengorbankan manajer divisi lain (dalam arti bahwa satu divisi lebih baik sedangkan divisi lainnya lebih jelek).
2. Keselarasan tujuan ( goal congruence) antara divisi dan perusahaan berarti para manajer divisi mengambil keputusan yang memaksimumkan laba perusahaan dengan memaksimumkan laba divisinya.
3. Tetap terjaganya otonomi divisi adalah tidak ada campur tangan manajemen puncak terhadap kebebasan manajer divisi dalam mengambil keputusan. Masalah yang dihadapi dalam penentuan harga transfer adalah membuat suatu sistem yang secara simultan memenuhi tiga tujuan tadi.[3]
4. Metoda Penentuan Harga Transfer
            Harga transfer dapat ditentukan dengan menggunakan empat metoda sebagai berikut:
  1. Metode Harga Pasar (Market-Based Transfer Prices).
  2. Metode Harga Pokok (Cost-Based Transfer Prices).
  3. Metode Negosiasi (Negotiation-Based Transfer Prices).
  4. Metode Arbitrasi (Arbitration-Based Transfer Prices).
1. Metode Harga Pasar (Market-Based Transfer Prices)
            Menurut metode ini, harga transfer ditentukan atas dasar harga pasar dari produk atau jasa yang dipertukarkan. Metode ini umumnya digunakan pada organisasi yang menerapkan desentralisasi, sehingga setiap pusat pertanggungjawaban penghasil produk atau jasa (divisi penjual) mempunyai wewenang untuk menetapkan harga transfer.
            Metode harga pasar dianggap sebagai metode yang paling baik untuk mengatasi masalah penentuan harga transfer, karena harga pasar lebih bersifat independen dan dapat menunjukkan perolehan laba yang layak untuk setiap divisi. Setiap manajer divisi dapat melakukan transaksi dengan bebas (open-market bargaining) dengan divisi yang lain atau dengan pihak lain di luar perusahaan.
2. Metode Harga Pokok (Cost-Based Transfer Prices)
            Menurut metode ini, harga transfer ditentukan atas dasar harga pokok produksi dari produk atau jasa yang dipertukarkan. Metode ini umumnya digunakan untuk jenis produk atau jasa yang bersifat khusus atau tidak dihasilkan oleh pihak eksternal perusahaan. Di samping itu, metode harga pokok digunakan jika:
  • Produk atau jasa yang dipertukarkan tidak mempunyai harga pasar.
  • Terdapat beberapa macam harga pasar dari produk atau jasa yang dipertukarkan.
3. Metode Negosiasi (Negotiation-Based Transfer Prices)
            Alternatif lain dalam penentuan harga transfer adalah metode negosiasi, yaitu penentuan harga transfer atas dasar tawar menawar antara divisi penjual dengan divisi pembeli. Metode ini umumnya diterapkan dalam hal sebagai berikut:
  • Tidak tersedianya harga pasar dari produk atau jasa yang dipertukarkan.
  • Timbul masalah dalam penentuan besarnya laba untuk produk atau jasa yang dipertukarkan.
  • Produk atau jasa yang dipertukarkan tidak dihasilkan oleh pihak eksternal perusahaan.
4. Metode Arbitrasi (Arbitration-Based Transfer Prices)
            Menurut metode ini, harga transfer ditentukan oleh direksi atau pihak lain yang ditugaskan sebagai arbitrator dalam penentuan harga transfer. Metode ini digunakan jika konflik antarmanajemen dalam negosiasi harga transfer. Arbitrator dalam hal ini mengadakan dialog dengan para manajer yang bersangkutan. Dialog tersebut diharapkan dapat menentukan harga transfer yang dapat diterima oleh kedua belah pihak.[4]
5. Pengaruh Penentuan Harga Transfer Bagi Perilaku Manajer Divisi
Harga yang ditetapkan untuk barang yang ditransfer mempengaruhi kos divisi pembeli dan pendapatan divisi penjual. Harga transfer mempunyai dampak terhadap pengukuran prestasi divisi, laba perusahaan sebagai satu kesatuan dan otonomi divisi-divisi yang terlibat dalam transfer barang atau jasa (Hansen 1990, p. 736). Masing-masing manajer divisi harus benar-benar memahami hal-hal tersebut, karena laba divisi-divisi tersebut akan dipengaruhi oleh harga transfer. Karena kinerja divisi umumnya diukur atas dasar laba yang diperoleh, baik dengan ROI (return on investment atau tingkat kembalian investasi) maupun RI (residual income atau laba bersih operasi yang diperoleh oleh sebuah pusat investasi di atas tingkat kembalian minimum aktiva operasi), maka biasanya manajer divisi yang terlibat dalam transaksi intern berusaha keras untuk memperoleh keuntungan setinggi-tingginya dari transaksi intern tersebut. Manajer divisi penjual ingin memperoleh laba (menetapkan harga transfer) setinggi-tingginya, sedangkan manajer divisi pembeli ingin memperoleh input dengan harga serendah-rendahnya. Perbedaan kepentingan anta manajer divisi biasanya terjadi karena adanya perbedaan kepentingan yang terjadi pada masing-masing divisi yang dipimpinnya. Tabel berikut ini akan memperjelas perbedaan kepentingan kedua divisi tersebut.
Perbedaan Kepentingan antara Divisi Penjual dan Divisi Pembeli dalam Transaksi Intern
PT ABC
Divisi A (Penjual)
Divisi C (Pembeli)
Memproduksi komponen dan mentransfer ke divisi C dengan harga transfer yang sudah ditetapkan
Membeli komponen dari divisi A dengan harga transfer yang sudah ditetapkan dan menggunakan komponen ini untuk memproduksi
Merupakan pendanaan bagi divisi A
Merupakan harga pokok bagi divisi C
Menaikkkan laba operasi
Menurunkan laba operasi
Menaikkan ROI
Menurunkan ROI
Pendapatan harga transfer = Kos harga transfer
Tidak berpengaruh terhadap PT Prembun Indah
Pada dasarnya harga transfer bersih akan keluar dari perusahaan, oleh karena itu penentuan harga transfer dapat mempengaruhi tingkat laba yang diperoleh perusahaan karena penentuan harga transfer tersebut mempengaruhi perilaku manajer divisi. Sebuah divisi yang dipimpin oleh seorang manajer divisi bertindak secara independen, dapat memaksimumkan laba divisi yang bersangkutan, namun mengurangi laba perusahaan.
Karena keputusan penentuan harga transfer dapat mempengaruhi kemampulabaan perusahaan, manajemen puncak sering melakukan intervensi dalam penetapan harga transfer. Jika praktik semacam ini terjadi terus, maka hal ini akan bertentangan dengan konsep desentralisasi berikut keuntungan desentralisasi. Salah satu alasan perusahaan melakukan desentralisasi, karena biaya yang dikeluarkan lebih kecil dibanding manfaatnya. Oleh karena itu, intervensi manajemen dalam jangka panjang akan mengurangi manfaat desentralisasi.
Sorang manajer divisi akan mengambil kebijakan yang berguna bagi divisinya sesuai dengan keadaan yang mempengaruhinya. Apabila perusahaan dianggap  memiliki divisi-divisi yang saling mentransfer produk dan komponen-komponennya. Anggaplah divisi Alfa memproduksi dua produk yaitu produk A dan produk B. Produk A dijual ke luar dengan harga Rp 1.000,00 per unit dan produk B ditransfer ke divisi Beta dengan harga Rp 1.200,00 per unit. Biaya-biaya per unit sehubungan dengan dua produk adalah sebagai berikut:

Produk Divisi Alfa
A
B
Biaya bahan baku..............................
Rp 300,00
Rp 280,00
Biaya tenaga kerja langsung.............
100,00
200,00
BOP variabel.....................................
100,00
320,00
BOP tetap..........................................
120,00
300,00
Biaya penjualan variabel....................
80,00
-
Total...................................................
Rp 700,00
Rp 1.100,00
            Terdapat penawaran dari perusahaan lain ke divisi Beta, produk pengganti yang hampir sama dengan produk B dengan harga Rp 1.040,00. ditinjau dari sudut pandang perusahaan, persoalan ini tidak lain merupakan kasus membuat atau membeli. Jika BOP tetap divisi Alfa tidak dapat dihindarkan, maka biaya relevan untuk kasus ini adalah:
Membeli produk B dari luar......................................................
Rp 1.040,00
Membuat sendiri:


Bahan baku.......................................
Rp 280,00

Tenaga kerja langsung.....................
200,00

BOP variabel.....................................
320,00
800,00
Selisih......................................................................................
Rp 240,00
Yang sebaiknya dilakukan manajer divisi Beta pada dasarnya adalah meminimumkan biaya, yaitu membeli dari penjual manapun dengan harga termurah. Jika divisi Beta tidak dapat membeli dari divisi Alfa dengan harga Rp 1.040,00 atau kurang, maka manajer divisi Beta mungkin membeli dari luar sehingga laba divisinya maksimum. Meskipun manajer divisi Beta berkepentingan dengan harga produk B, dia juga berkepentingan dengan kualitasnya. Jika barang yang harganya Rp 1.040,00 itu rendah kualitasnya, maka manajer divisi Beta mungkin sebaiknya membeli dari divisi Alfa dengan harga tinggi.
Hal yang perlu diperhatikan adalah sebelum divisi Beta menerima tawaran dari luar untuk membeli produk B dengan harga Rp 1.040,00 per unit, divisi Alfa menjual produk B ke divisi Beta dengan harga transfer Rp 1.200,00. Kalau manajer divisi Beta setelah menerima tawaran dari luar adalah membeli dari luar, maka perilaku ini bagi divisi Alfa mengurangi contribution margin produk B, dan oleh sebab itu menurunkan laba divisinya. Karena dalam contoh kasus ini divisi Alfa dianggap tidak menjual produk B ke luar, maka manajer divisi Alfa akan mencari alternatif lain untuk menggunakan fasilitas yang semula digunakan untuk memproduksi produk B tersebut. Seandainya alternatif yang menguntungkan tidak ada, manajemen puncak mungkin perlu untuk mewajibkan transfer intern. Manajer divisi hendaknya mengoptimalkan laba divisi dan perusahaan dan tidak ada divisi yang memperoleh manfaat dengan mengorbankan (menyakiti) divisi lain.
Anggaplah bahwa divisi Alfa dapat mentransfer produk B ke divisi Beta dan apat pula menjual keluar, dalam jumlah unit yang sama, dengan harga Rp 1.200,00 per unit. Sekarang manajer divisi Alfa hendaknya menjual ke pembeli manapun yang mau membayar dengan harga termahal.
Dalam kondisi demikian, divisi Alfa akan menjual ke luar dengan harga Rp 1.200,00 dan divisi Beta akan membeli dari perusahaan dengan harga Rp 1.040,00. Perilaku kedua manajer divisi ini tidak menimbulkan masalah, karena memaksimumkan laba masing-masing divisi yang sekaligus memaksimumkan laba perusahaan. Masalah baru akan timbul apabila jumlah yang dibutuhkan divisi Beta tidak dapat sepenuhnya dibeli dari luar, sedangkan divisi Alfa tidak mau menjual ke divisi Beta. Di sinilah campur tangan manajemen puncak memainkan perannya.
Keinginan manajer divisi pembeli dan manajer divisi penjual untuk memaksimumkan prestasi divisinya masing-masing, sering menimbulkan masalah. Bertindak sebagai unit independen semu, manajer divisi mungkin mengambil keputusan yang menguntungkan divisinya tetapi tidak menguntungkan perusahaan. Perusahaan sangat perlu untuk mempertahankan sudut pandang maksimalisasi laba perusahaan dengan tetap memberikan otonomi dan tanggung jawab kepada masing-masing manajer divisi.

E. KESIMPULAN
            Perusahaan yang telah mengalami perkembangan pesat manajemen pusat biasanya mendelegasikan wewenang pada sebuah organisasi yang besar dan terbagi-bagi ke dalam divisi-divisi yang menjanjikan banyak manfaat. Dengan adanya kebijakan ini memungkinkan antar divisi melakukan transaksi intern. Dalam transaksi intern harus ada kesepakatan harga yang disebut harga transfer (transfer price).
            Harga transfer adalah nilai produk atau jasa yang dipertukarkan antarpusat pertanggungjawaban di dalam perusahaan. Masalah pokok yang timbul adalah pemilihan dasar atau metode yang digunakan dalam penentuan harga transfer, sehingga diperoleh harga transfer yang adil dan layak digunakan untuk menilai prestasi setiap manajer dan pusat pertanggungjawaban yang dipimpinnya.
            Penenuan harga transfer dapat dilakukan dengan berbagai cara atau pendekatan tergantung situasi yang ada pada saat itu. Metode penentuan harga transfer yang paling banyak dipakai adalah metode harga pasar, dan metode negosiasi. Namun hal-hal yang perlu dicermati bahwa dalam proses penentuan harga transfer sedapat mungkin menghindari campur tanagan manajemen pusat, menghindari kerugian salah satu pihak yang bertransaksi, dan sekaligus mencapai tujuan antara tujuan divisi dengan tujuan perusahaan secara keseluruhan.
            Manajer divisi pembeli dan manajer divisi penjual ketika berusaha memaksimumkan prestasi divisinya masing-masing, sering menimbulkan masalah. Manajer divisi mungkin mengambil keputusan yang menguntungkan divisinya tetapi tidak menguntungkan perusahaan. Perusahaan sangat perlu untuk mempertahankan sudut pandang maksimalisasi laba perusahaan dengan tetap memberikan otonomi dan tanggung jawab kepada masing-masing manajer divisi.
Manajer divisi dalam menentukan harga transfer hendaknya dilakukan secara bijaksana karena hal tersebut dapat mempengaruhi kemampulabaan perusahaan, oleh karenanya manajemen puncak sering melakukan campur tangan dalam penetapan harga transfer. Jika manajemen puncak sering campurtangan, maka hal ini akan bertentangan dengan konsep perusahaan yang telah meberi kewenangan kepada masing-masing divisi yang ada berikut keuntungan yang diharapkan. Salah satu alasan perusahaan dalam hal ini manajemen pusat memberikan tugas dan tanggungjawab kepada divisi yang ada dimana divisi tersebut dipimpin oleh manajer divisi, karena biaya yang dikeluarkan lebih kecil dibanding manfaatnya. Oleh karena itu, campurtangan manajemen dalam jangka panjang akan mengurangi manfaat yang akan didapat.
Untuk mengindari adanya campurtangan dari manajemen pusat, manajer divisi hendaknya mengoptimalkan laba divisi dan perusahaan dan tidak ada divisi yang memperoleh manfaat dengan mengorbankan (menyakiti) divisi lain. Dengan demikian peran dari manajer divisi benar-benar dapat memberikan sesuatu yang memberikan nilai tambah bagi perusahaan bukannya sebaliknya. Intinya manajer divisi bertindak secara profesional untuk memajukan perusaahaan.

by: Tantowi Azizi Sahoed



[1] Abdul Halim dan Bambang Supomo, Akuntansi Manajemen, BPFE: Yogyakarta, 1990, hal. 178-177.
[2] Krismiaji, Dasar-Dasar Akuntansi Manajemen, UPP AMP YKPN: Yogyakarta, 2002, hal. 335.

[3] Slamet Sugiri, Akuntansi Manajemen, UPP AMP YKPN: Yogyakarta, 1999, hal. 191.
[4] Abdul Halim dan Bambang Supomo, op. cit., hal. 178-185.

1 comment:

  1. halo semuanya di sini jika Anda mencari pinjaman dengan tingkat bunga rendah dengan pengembalian 2 tingkat per tahun maka penawaran pinjaman pedro akan bagus untuk pinjaman bisnis Anda dan beberapa jenis pinjaman lain yang ingin Anda ajukan selama Anda tahu bahwa Anda dapat melakukannya pengembalian yang baik kembali sesegera mungkin kemudian hubungi mr pedro di pedroloanss@gmail.com

    ReplyDelete