Blog Archive

Thursday 9 July 2015

Membangun Peradaban Masyarakat Madani

PENDAHULUAN

            Misi utama Rasulullah membawa risalah Islam adalah untuk menebarkan kasih sayang bagi semesta alam (rahmatan lil 'alamin). Karena itu peradaban Islam model Madinah yang dibangunnya tidak lepas dari misi tersebut, yakni peradaban rahmatan lil 'alamin.
            Peradaban seringkali dikonotasikan dengan sebuah kota dengan bangunan-bangunan megah dan indah, teknologinya maju dan kebudayan masyarakatnya yang tinggi. Pandangan seperti itu sesungguhnya merupakan refleksi dari pengaruh filsafat materialisme yang begitu mempengaruhi ilmuwan kita. Peradaban Islam, sesungguhnya dapat dirunut dari asal kata "adab". Dalam kitab Mu'jam al Washit disebutkan adduba dan taaddaba, yang artinya mendidik seseorang dengan akhlaq yang baik.
            Orang berilmu, halus tutur katanya, berkesustraan tinggi, berakhlaq mulia disebut sebagai adib (orang yang beradab). Sebaliknya orang yang kasar, tidak memiliki sopan santun, tidak berperikemanusiaan disebut qaliil-ul-adab (orang yang kurang adab atau tidak beradab).
            Dengan demikian peradaban Islam merupakan peradaban yang berakar pada nilai-nilai tauhid, dengan manusia yang beriman serta berakhlak mulia sebagai wujudnya. Adapun contoh manusia Mukmin yang paling beradab itu adalah Muhammad Rasulullah Shallaallahu 'alaihi wa sallam dan puncak peradaban Islam itu adalah saat Rasulullah berhasil meletakkan prinsip-prinsipnya sekaligus mempraktekkan di dalam masyarakat Madinah.
Gambaran masyarakat madani yang dilakukan oleh Nabi Muhammad dan para sahabatnya seperti penggalangan dana melalui zakat, infaq dan sedekah sekaligus pembangunan baitul mal merupakan bukti antusiasnya mereka untuk memberdayakan masyarakatnya demikian juga memerdekakan para budak dan membantu orang-orang yang susah dan banyak lagi contoh-contoh lainnya.
Pernyataan Nabi Muhammad yang menampik kriteria taqwa yang siajukan oleh para sahabat seperti seseorang yang hanya shalat saja di masjid, seseorang yang terus-menerus melakukan puasa dan seseorang yang tidak mau menikah karena takut terganggu ibadahnya kepada Tuhan mencerminkan bahwa masyarakat madani bukanlah masyarakat yang hanya sibuk mengurusi hubungannya dengan Tuhan akan tetapi menyeimbangkan kesibukannya dengan mengurusi hubungan kemanusiaan. Bahkan Nabi Muhammad menunjuk dirinya sendiri sebagai orang yang paling taqwa namun dia shalat, puasa dan menikah tapi tidak lupa mengurusi persoalan umat.
Nabi Muhammad patut dijadikan sebagai referensi karena telah berhasil meletakkan dasar-dasar pembangunan masyarakat madani. Dasar-dasar yang dilakukan oleh Nabi Muhammad ini tentu saja mengacu kepada skala prioritas sehingga terkesan bahwa kebijakannya tidak tumpang tindih.
Bangunan masyarakat madani yang dilakukan oleh Nabi Muhammad ialah dengan menyelaraskan konsep ketuhanan dengan konsep kemanusiaan. Keduanya dilakukan secara seimbang sehingga antara satu dengan lainnya saling mempengaruhi dan menimbulkan satu kekuatan yang amat dahsyat.


  

MEMBANGUN PERADABAN MASYARAKAT MADANI

A. Peradaban Masyarakat Madani
Dalam bahasa Arab, kata al-hadharah (peradaban) memiliki antonim al-badawah (badwi). Kemudian kata al-hadirah (kota) berantonim dengan al-badiyah (desa). Sedangkan kata al-hadar (orang kota) antonim dengan al-badw (orang badwi, kaum nomaden di padang pasir).
Orang Badwi dikenal bersikap keras, kasar dan kaku serta bodoh. Mereka tidak berpendidikan dan tidak bisa baca tulis. Pada umumnya mereka tidak tinggal menetap di suatu daerah, melainkan berpindah-pindah (nomaden) dari satu daerah ke daerah lain. Karena itu rumah-rumah mereka hanay berupa kemah-kemah yang mudah dibawa.
Berkait dengan ini, tak seorang Rasul pun yang berasal dari kalangan Badwi. Semua Rasulullah berasal dari masyarakat kota. Allah berfirman:

!$tBur $uZù=yör& `ÏB šÎ=ö6s% žwÎ) Zw%y`Í ûÓÇrqœR NÍköŽs9Î) ô`ÏiB È@÷dr& #tà)ø9$# 3 óOn=sùr& (#r玍šo Îû ÇÚöF{$# (#rãÝàZuŠsù y#øx. šc%x. èpt7É)»tã tûïÏ%©!$# `ÏB óOÎgÏ=ö7s% 3 â#t$s!ur ÍotÅzFy$# ׎öyz šúïÏ%©#Ïj9 (#öqs)¨?$# 3 Ÿxsùr& tbqè=É)÷ès?

“Kami tidak mengutus sebelum kamu, melainkan orang laki-laki yang kami berikan wahyu kepadanya diantara penduduk negeri. Maka Tidakkah mereka bepergian di muka bumi lalu melihat bagaimana kesudahan orang-orang sebelum mereka (yang mendustakan rasul) dan Sesungguhnya kampung akhirat adalah lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Maka Tidakkah kamu memikirkannya?” (Yusuf: 109)

            Mengapa Allah hanya mengutus para Rasul-Nya dari kalangan kota? Beberapa ahli tafsir memberi argumentasi, diantaranya adalah Imam Ibn Zaid, karena penduduk kota itu orangnya lebih berpendidikan dan lebih sopan daripada penduduk badwi. Al Quran sendiri memberi kesan negatif terhadap mereka. Allah berfirman:

Ü>#{ôãF{$# x©r& #\øÿà2 $]%$xÿÏRur âyô_r&ur žwr& (#qßJn=÷ètƒ yŠrßãn !$tB tAtRr& ª!$# 4n?tã ¾Ï&Î!qßu 3 ª!$#ur íOŠÎ=tæ ×LìÅ3ym

“Orang-orang Arab Badwi itu, lebih sangat kekafiran dan kemunafikannya, dan lebih wajar tidak mengetahui hukum-hukum yang diturunkan Allah kepada Rasul-Nya. dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (At Taubah: 97)

            Meskipun demikian, Al Quran masih memberi sedikit ruang bahwa di antara penduduk Badwi itu terdapat orang-orang yang beriman. Al Quran menegaskan:

šÆÏBur É>#tôãF{$# `tB ÚÆÏB÷sム«!$$Î/ ÏQöquø9$#ur ̍ÅzFy$# äÏ­Gtƒur $tB ß,ÏÿZムBM»t/ãè% yYÏã «!$# ÏNºuqn=|¹ur ÉAqߧ9$# 4 Iwr& $pk¨XÎ) ×pt/öè% öNçl°; 4 ÞOßgè=Åzôãy ª!$# Îû ÿ¾ÏmÏFuH÷qu 3 ¨bÎ) ©!$# Öqàÿxî ×LìÏm§

“Di antara orang-orang Arab Badwi itu ada orang yang beriman kepada Allah dan hari Kemudian, dan memandang apa yang dinafkahkannya (di jalan Allah) itu, sebagai jalan untuk mendekatkannya kepada Allah dan sebagai jalan untuk memperoleh doa rasul. Ketahuilah, Sesungguhnya nafkah itu adalah suatu jalan bagi mereka untuk mendekatkan diri (kepada Allah). kelak Allah akan memasukan mereka kedalam rahmat (surga)Nya; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (At Taubah: 99)

            Semua telah sepakat bahwa Islam adalah agama yang membawa risalah peradaban untuk meningkatkan kehidupan manusia dan mengeluarkan manusia dari kegelapan kepada cahaya, mengubah sifat keras dan bodoh menjadi berdisiplin dan beradab. Islam mendorong penguikutnya untuk maju secara materi, keilmuan, sosial, pendidikan, dan moral.
            Hijrahnya Rasulullah SAW bersama para sahabat ke Madinah, selain karena alasan strategis, tujuan pokoknya adalah berkebudayaan. Di tanah yang baru itu mereka diwajibkan untuk menjalankan shalat Jumat dan shalat berjamaah, di sana pula mereka dibiasakan untuk menghadiri majlis-majlis ilmu. Dengan media pembelajaran seperti itu secara bertahap perilaku mereka menjadi lebih beradab dan berbudaya.
            Madinah dijadikan Rasulullah sebagai model atau prototipe masyarakat berperadaban Islam dan masjid Nabawi sebagai pusatnya. Lewat masjid beliau membangun kultur masyarakat baru yang dinamis, progresif dan mempunyai visi jauh ke depan. Lewat keteladanan dan khutbah-khutbanya, setiap hari beliau mengubah masyarakatnya dari pemahaman yang semu kepada pemahaman yang luas dan mendalam tentang kehidupan, dari pemikiran yang jumud (beku), keruh, dan kotor kepada pemikiran kritis, bebas, dan mandiri, dari pemikiran mistisdan takhayul kepada pemikiran ilmiah yang menuntut pembuktian, logika, dan akal sehat, dari pemikiran fanatik kepada pemikiran terbuka dan lebih toleran.
            Madinah saat itu benar-benar merupakan,enjadi mercusuar peradaban Islam. Itulah sebanya, kota Madinah berjuluk Al-Madinah Al­-Munawarah, kota yang memancarkan cahaya (peradaban unggul). Dari kota ini cahaya kebenaran Islam dipancarkan ke seluruh dunia sampai terbukti bahwa Islam adalah rahmat bagi seluruh alam.

uqèd Ï%©!$# y]yèt/ Îû z`¿ÍhÏiBW{$# Zwqßu öNåk÷]ÏiB (#qè=÷Ftƒ öNÍköŽn=tã ¾ÏmÏG»tƒ#uä öNÍkŽÏj.tãƒur ãNßgßJÏk=yèãƒur |=»tGÅ3ø9$# spyJõ3Ïtø:$#ur bÎ)ur (#qçR%x. `ÏB ã@ö6s% Å"s9 9@»n=|Ê &ûüÎ7B

“Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan mereka Kitab dan hikmah (As Sunnah). dan Sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata.” (Al Jumuah: 2)


B. Kiat Rasulullah Membangun Masyarakat Madani
Langkah yang pertama sekali dilakukan oleh Nabi Muhammad dalam membangun masyarakat madani ialah melalui penanaman aqidah. Penanaman aqidah ini dimulai dari konsep memperkenalkan Tuhan baik esensi maupun eksistensi-Nya (al-ma'rifah) yang kemudian bergerak maju untuk mencintai-Nya (al-mahabbah). Ketika para sahabat sudah mengenal Tuhan dan mencintai-Nya dengan baik maka timbul hasrat untuk mengabdikan diri kepada Zat yang dicintai-Nya sehingga melalui pengabdian ini tidak ada yang merasa keberatan untuk melakukan perintah dan meninggalkan larangan-Nya.
Melalui penanaman aqidah dengan segala tahapan-tahapannya maka para sahabat memiliki kemampuan yang luar biasa untuk menginternalisasi sifat-sifat Tuhan. Kemampuan internalisasi ini akhirnya menimbulkan perpaduan sikap yaitu moral dan motivasi yang dapat menciptakan hubungan yang harmonis baik secara vertikal maupun horizontal. Dengan demikian maka aqidah dalam konteks ini adalah aqidah yang sifatnya melangit dan aqidah yang sifatnya membumi.
Adapun yang dimaksud dengan aqidah yang melangit ialah mengenal akan esensi dan eksistensi Tuhan sehingga manusia memiliki kemampuan untuk menginternalisasi sifat-sifat Tuhan. Dan adapun yang dimaksud dengan aqidah yang membumi ialah menjewantahkan hubungan yang harmonis dengan Tuhan kepada sesama makhluk di muka bumi. Aqidah yang baik ialah adanya keselarasan antara hubungan baik dengan Tuhan dan hubungan baik dengan manusia dan oleh karena itu aqidah langit adalah sebagai sumber kontrol sedangkan aqidah bumi sumber motivasi.
Sebagai sumber kontrol dan sumber motivasi maka Nabi Muhammad sangat gencar mensosialisasikan aqidah karena diyakini sangat menentukan kemajuan budaya dan peradaban masyarakat. Hal ini terbukti dari keberhasilan Nabi Muhammad memobilisasi kemajuan masyarakatnya sehingga menjadi referensi bagi masyarakat lain dalam berbagai aspek. Bahkan tatanan masyarakat madani yang dinapaktilasi oleh Nabi Muhammad tetap melembaga dan bahkan semakin berkembang beberapa abad yang mencapai masa keemasannya pada masa pemerintahan khalifah Harun al-Rasyid dari dinasti Abbasiyah.
Upaya yang tidak kalah pentingnya dilakukan oleh Nabi Muhammad dalam menciptakan masyarakat yang madani ialah melalui motivasi ibadah. Ibadah yang dimaksud dalam konteks ini tidak hanya terfokus kepada ibadah mahdhah (ibadah yang hanya berkaitan dengan pengabdian kepada Tuhan) akan tetapi lebih didominasi oleh ibadah ghairu mahdhah (ibadah yang bernuansa kemanusiaan). Statementnya yang menyatakan bahwa setiap aktifitas yang mengatasnamakan nama Tuhan adalah ibadah dapat dijadikan sebagai argumen bahwa ibadah yang bernuansa kemanusiaan memiliki peran yang cukup besar dalam menciptakan masyarakat madani.
Terdapatnya beberapa kata kerja aktif yang digunakan al-Qur'an dalam menyebutkan ibadah menunjukkan bahwa ibadah tidak hanya sebatas kepuasan batin akan tetapi lebih jauh lagi terimplementasikan dalam kehidupan bermasyarakat. Dengan kata lain bahwa tingkat keberhasilan suatu ibadah apabila dapat menampung persoalan umat dan hal ini dapat dijumpai dari tujuan akhir masing-masing ibadah seperti shalat, puasa dan lain-lain. Ibadah dalam wacana ini adalah ibadah yang disesuaikan melalui konsep ketuhanan dan konsep kemanusiaan.
Artinya bila suatu persoalan berkaitan dengan kemanusiaan maka hadapilah persoalan ini melalui ibadah kemanusiaan bukan dengan ibadah ketuhanan. Ketika manusia mendapat musibah di tempat lain seperti kejadian gempa dan tsunami di Aceh dan di Nias kemudian masyarakat di daerah lain menyambutnya dengan zikir, tabligh dan doa sama sekali tidak memiliki urgensi yang signifikan. Oleh karena itu musibah dalam konteks ini harus disahuti dengan ibadah kemanusiaan yaitu dengan memberikan bantuan material, moral dan kesehatan.
Ibadah yang bernuansa ketuhanan dan ibadah yang bernuansa kemanusiaan selalu di salah gunakan dalam konteks kehidupan. Penyalah gunaan ini selalu kita dapati ketika seseorang melakukan ibadah di tempat sunyi dan menjauh dari kehidupan sosial dengan alasan bahwa dengan melakukan ini maka yang bersangkutan telah mendapatkan ketenangan batin. Persefsi yang seperti ini terkesan keliru karena hanya mencari kepuasan pribadi sementara kehidupan masyarakat tidak tersentuh dan terkesan membiarkan mereka abadi di dalam keterpurukan.
Agaknya bukan seperti ini ciri masyarakat madani yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad karena mereka terus bergerak menata kehidupan sosial yang baik sehingga banyak di kalangan mereka yang dulunya berasal dari ekonomi lemah kemudian menjadi kaya. Perhatian para sahabat kepada anak-anak yatim, janda-janda dan orang-orang miskin inilah sebenarnya gambaran dari masyarakat madani. Mereka tidak pernah merasa puas dengan melakukan ibadah kepada Tuhan selama mereka masih mendapatkan suadaranya dalam kesusahan.
Nampaknya agak kontras dengan kehidupan sekarang dimana seseorang mampu dan tega melaksanakan ibadah haji puluhan kali sementara saudaranya sendiri masih perlu mendapatkan bantuan atau kita disibukkan membangun menara masjid yang indah sementara tatanan kehidupan masyarakat kita biarkan hancur berderai. Artinya, tauhid langit kita sudah cukup baik namun dari segi tauhid bumi masih perlu pembenahan-pembenahan sehingga keduanya berjalan secara sinergik.

C. Model Masyarakat Madani
            Tidak mudah mendefinisikan apakah itu model masyarakat Madani. Namun ilustrasi berikut ini dapat menggambarkan nilai-nilai luhur sebuah peradaban yang dibangun empat belas abad silam. Kita bisa melihat gambaran masyarakat madani pada peradaban masyarakat Madinah jaman Rasulullah yang merupakan pondasi dari peradaban masyarakat madani.
1. Persamaan Harkat Kemanusiaan
            Masyarakat Madinah adalah masyarakat bertauhid, yakni masyarakat yang menjadikan ajaran Allah SWT sebagai satu-satunya acuan nilai dalam interaksi sosialnya, sehingga seseorang akan berlaku sama saat berinteraksi dengan seorang pemimpim maupun dengan seorang rakyat biasa.
            Kesetaraan dalam hak dan kewajiban di antara seluruh anggota masyarakat terlindungi dengan baik sehingga seseorang akan merasakan penghargaan yang tinggi dan proporsional di tengah-tengah lingkungannya. Orang modern mengatakannya sebagai masyarakat "egaliter", meski sebenarnyaistilah tersebut tidak terlalu tepat bagi masyarakat madinah, karena ke-egaliter-an masyarakat modern lebih didasari oleh humanisme sekuler, sedangkan fenomena-fenomena masyarakat Madinah bertumpu di atas pemahaman akan nilai-nilai tauhid.
2. Supremasi Hukum
            Salah satu ciri masyarakat berperadaban unggul adalah tegaknya supremasi hukum. Siapapun yang bersalah dikenakan hukuman, tidak peduli dia pejabat negara atau rakyat jelata, bangsawan atau budak, laki-laki atau perempuan. Semuanya diperlakukan sama. Sebaliknya, siapapun yang benar wajib dibela, meski budak hitam tua renta.
3. Bukan Masyarakat Malaikat
            Kesalah pahaman sering terjadi tatkala seseorang membayangkan masyarakat madani sebagai masyarakat yang homogen seratus persen meniadakan sifatnya sebagai masyarakat manusia. Pada kenyataannya masyarakat Madinah adalah masyarakat yang majemuk (plural). Status sosial ekonomi masyarakat Madinah juga beragam. Di Madinah hidup anggota masyarakat yang beragama Yahudi dan Nasrani yang terikat perjanjian damai dengan mereka.
            Dinamika yang terjadi pada masyarakat Madinah saat itu adalah hal yang sewajarnya sebagai manusia. Mereka bukan  masyarakat malaikat. Yang penting sistem syariah ditegakkan, sehingga kalau terjadi penyimpangan bisa diminimalkan.
4. Berfikir Global Bertindak Lokal
            Sejarah memperlihatkan kehidupan kaum Muslimin melompat tinggi dari satu sisi tetapi mengalami dekadensi pada sisi lain. Kekhalifahan pada masa khalifah yang empat (khulafaur-rasyidin) dipegang dengan benar-benar mengacu kepada sistem yang diajarkan Rasulullah SAW (khilafah ‘ala minhaji nubuwwah) mengalami pergeseran sedikit demi sedikit.
            Memang berat jalan yang harus ditempuh untuk mewujudkan peradaban Islam pada tingkat dunia. Karena itu, ada baiknya kita sesuaikan saja dulu dengan kemampuan kita, dengan cara berfikir global tetapi bertindak lokal. Cita-cita mewujudkan peradaban Islam pada tingkat dunia biar terus bersemayam di benak kita. Tapi langkah konkrit untuk mewujudkannya biar kita mulai dari diri kita, keluarga kita dan sahabat-sahabat kita.
            Ciri lain dari masyarakat madani adalah kuatnya ikatan persaudaraan sehingga tercipta loyalitas yang sangat tinggi. Hal ini sudah dipraktekkan oleh Nabi Muhammad dengan mempersaudarakan antara kaum Muhajirin dengan kaum Anshar. Statement yang menyebutkan bahwa semua manusia adalah sama kecuali di bidang ketaqwaan menggambarkan arti persaudaraan yang sesungguhnya. Begitu juga ketegasan terhadap kekafiran dan saling membagi kasih kepada sesama mukmin dapat dikategorikan sebagai salah satu ciri dari masyarakat yang madani.

D. Membentuk Masyarakat Madani
            Peradaban yang kita bangun agar sesuai dengan ciri-ciri pokok peradaban Madinah harus menempuh langkah strategis yang terbagi atas apek non-material dan aspek material.
1. Aspek Non Material
            Secara nonmaterial langkah-langkah membangun peradaban Madinah terdiri dari:
a.     Menyiapkan individu-individu Rabbani, yakni dengan membangun individu muslim yang memiliki kekuatan akidah, kekuatan akhlak dan kekuatan ilmu. caranya dengan menyemarakkan dan mengintensifkan gerakan pembinaan umat, baik secara informal melalui mimbar-mimbar dakwah, forum-forum halaqah, dan medan-medan pengkaderan lainnya, maupun secara formal dengan memperbanyak sekolah-sekolah unggulan dan lembaga-lembaga pendidikan bermutu dari tingkat prasekolah sampai tingkat doktoral.
b.    Menyiapkan pemimpin-pemimpin Rabbani, yakni pemimpin-pemimpin muslim yang menghambakan dirinya hanya untuk Allah dan telah menginfakkan hidupnya hanya untuk berjuang memikirkan dakwah dan umat.
c.     Memerangi berbagai penyebab perpecahan yang merupakan penyebab utama kehancuran umat. Sebab, kaum Muslimin tidak akan dihancurkan musuh-musuhnya kalau bersatu padu. Setiap muslim harus berpegang teguh dengan prinsip-prinsip persatuan, karena berukhuwah merupakan tuntutan keimanan yang wajib mereka laksanakan.
2. Aspek Material
            Sedangkan secara material, langkah-langkah yang harus ditempuh adalah:
a.     Mempersiapkan para ahli dan peneliti dalam bidang keilmuan serta mendirikan pusat-pusat penelitian di kalangan umat Islam.
b.    Penyusunan blue print gerakan dakwah untuk masa yang akan datang.
c.     Penguasaan aspek ekonomi dan politik. Ini sangat penting karena keduanya merupakan sendi kehidupan dan peradaban.
d.    Penguasaan aspek informasi. Di era globalisasi ini, informasi telah menjadi seperti panglima dalam segala hal. Siapa yang menguasai informasi maka ia akan menguasai dunia. Kelemahan kita di bidang ini sangat memilukan.
e.     Penguasaan aspek pertahanan dan keamanan. Ketentraman dan keamanan adalah sendi kehidupan masyarakat yang maju. Tanpa keamanan kita tidak akan mampu membangun suatu peradaban apapun.
Setelah peradaban yang kita bangun terbentuk langkah selanjutnya adalah mengevaluasi apakah suatu peradaban yang telah dibangun benar-benar merupakan peradaban Islam. Berikut adalah panduan untuk mengetahui dan mengevaluasinya:
1.      Peradaban itu dibangun atas landasan penghambaan kepada Allah, tunduk kepada syariat-Nya dan memandang dunia dengan pandangan yang integral dan menyeluruh.
2.      Peradaban Islam memfokuskan pembangunannya sesuai dengan kesatuan jiwa, rohani, fikiran dan perasaan tanpa adanya pemisahan satu sama lainnya.
3.      Seluruh unsur peradaban hendaknya mengarah kepada penyerahan diri kepada Allah semata. Tiada suatu aktivitas pun dalam peradaban Islam kecuali bertujuan mencari ridha Allah.
4.      Meyakini bahwa sesungguhnya Allah sajalah yang memberikan aturan hidup dan hukum alam. Juga Allah jualah yang mengatur rahasia berdirinya berbagai peradaban, bangunnya suatu umat, dan kehancurannya.
5.      Seorang Muslim bisa mengambil sarana dan manajemen dari budaya lain, tetapi tidak boleh mengambil sistem kehidupan.
6.      Setiap insan dalam peradaban Islam meyakini tanggungjawab individual, komitmen moral, hari kebangkitan, hari pembalasan dan membangun masyarakat atas dasar prinsip ini.
7.      Ilmu dan teknologi adalah wasilah untuk membangun masyarakat yang terpuji yang beridir di atas nilai-nilai Islam.



  

KESIMPULAN

Pembangunan masyarakat madani yang dilakukan oleh Nabi Muhammad adalah menciptakan keserasian, kesinergikan, keseimbangan antara tauhid langit dengan tauhid bumi. Dengan demikian masyarakat madani adalah masyarakat yang memiliki pengabdian yang tinggi kepada Tuhan dan sekaligus memiliki kepekaan dan kepedulian sosial yang tinggi. Melalui kedua hal ini akan terciptalah kehidupan sosial yang harmonis sehingga keberadaan masyarakat merupakan satu kesatuan yang sangat utuh.
Rasulullah datang membawa Islam untuk mengatasi peradaban manusia yang rusak. Sejak awal dilantiknya Muhammad sebagai nabi dan rasul, beliau telah memberikan gambaran tentang visi Islam yang hendak diwujudkannya.
Pidato terakhir yang disampaikan oleh Rasulullah di Arafah pada haji wada’ sesungguhnya merupakan pesan penting Rasulullah tentang prototipe peradaban Islam dan pilar-pilarnya telah beliau letakkan dan harusa dikembangkan oleh umat islam selanjutnya. Pidato pamungkas Rasulullah tersebut memberikan pilar-pilar penting tegaknya peradaban Islam, yaitu:
  1. Penghapusan pertumpahan darah.
  2. Penghapusan sistem ekonomi riba yang telah menimbulkan kesengsaraan bagi masyarakat.
  3. Penghormatan terhadap kaum wanita, dengan menempatkan mereka di tempat yang terhormat dan menunaikan hak-hak mereka sebagaimana yang telah ditetapkan oleh Allah.
  4. Pentingnya berpegang teguh kepada hukum Allah yang bersumber dari Kitabullah dan Sunnah Rasulullah SAW.
  5. Penegasan bahwa tidak ada lagi nabi setelah Beliau.
  6. Kewajiban untuk menunaikan hak-hak Allah dalam ubudiyah, seperti shalat, zakat, puasa dan haji.
  7. Penegasan pentingnya kedisiplinan dalam menaati pemimpin yang menaati Allah dan rasul-Nya.
Kiranya nilai-nilai luhur yang telah diletakkan dan dicontohkan secara baik oleh Rasulullah itulah yang seharusnya kembali ditegakkan dan dibuktikan oleh umat Islam hari ini dalam kehidupan secara nyata.
Sudah barang tentu untuk mewujudkannya kembali memerlukan sebuah proses yang panjang dengan tahapn-tahapan yang sistematis, seperti yang pernah diaplikasikan dalam sejarah kehidupan beliau. Semoga kita diberi kemampuan oleh Allah untuk merumuskan kembali serta istiqamah merealisasikannya.

Cape abis ngerjain makalah, enaknya nonton video yang lucu ini gan 




 by: Tantowi Azizi Sahoed