PENDAHULUAN
Pesatnya kemajuan bidang
ekonomi, ilmu pengetahuan, dan teknologi memaksa para ilmuan, para ulama serta
peminat studi keislaman untuk lebih gigih mengerahkan kemampuan intelektualnya
untuk mengkaji ulang konsep-konsep perekonomian yang sesuai dengan syariah.
Lebih dari itu, diperlukan upaya merujuk kembali berbagai literatur keislaman
dalam menjawab berbagai tantangan tersebut.
Persoalan
ekonomi yang berkaitan dengan sistem dan mekanisme umat manusia dalam memenuhi
kebutuhan hidup mereka, tidak banyak dibicarakan di dalam Al Quran, khususnya
yang berkaitan dengan persoalan rinciannya. Namun demikian, dalam menggali,
mengolah, mendistribusikan, dan memanfaatkan sumber daya alam, ajaran Islam
memberikan rambu-rambu yang harus dipedomani, yang tujuannya adalah agar
hak-hak orang lain tidak teraniaya dan kewajiban-kewajiban setiap individu
dapat terpenuhi.
Di
zaman era globalisasi, persoalan ekonomi semakin memegang peranan penting dalam
kehidupan suatu masyarakat dan negara, karena perekonomian merupakan basis dari
suatu negara dalam menghadapi daya saing (competitiveness),
baik secara nasional maupun secara internasional, di samping daya saing
kebijakan dan hukum.[1]
Apalagi sekarang di Indonesia muncul sebuah sistem perekonomian baru yang kita
kenal dengan sistem syariah, tentu kita harus lebih jeli lagi dalam memilih
sistem mana yang bisa memberikan solusi bagi kemajuan ekonomi Indonesia.
Sistem perekonomian yang
menjalankan usahanya berdasarkan prinsip syariah terus berkembang dengan pesat
hingga saat ini. Perkembangan tersebut secara langsung juga menambah marak
kegiatan usaha yang ada di Indonesia. Namun demikian, walaupun perkembangannya
sudah cukup baik, sistem perekonomian syariah masih terus melakukan
penyempurnaan dalam berbagai hal yang terkait, termasuk penyempurnaan dalam
infrastruktur pendukungnya. Salah satu bentuk infrastruktur yang terus
disempurnakan adalah ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan akuntansi
khususnya akuntansi syariah.
Penggunaan
akuntansi syariah ini tidak terlepas dari pesatnya pertumbuhan lembaga-lembaga
perekonomian syariah, sehingga keberadaan akuntansi syariah sudah tidak bisa
ditawar-tawar lagi dan merupakan suatu keharusan untuk membangun sistem
perekonomian yang kuat. Suatu sistem perekonomian yang kuat membutuhkan
tersedianya suatu perangkat yang memadai sebagai bagian penting dari suatu
sistem itu sendiri.
Akuntansi
syariah memiliki beberapa karakteristik yang berbeda dengan konvensional yang
diharapkan bisa memberikan penyempurnaan lebih baik lagi. Akuntansi syariah
sebagai suatu perangkat baru dalam perekonomian diharapkan bisa memberikan
solusi bagi berbagai permasalahan yang ditimbulkan oleh perangkat sebelumnya
yang sampai saat ini belum bisa diperbaiki.
AKTIVA
AKUNTANSI SYARIAH[2]
A. KAS
Kas adalah mata uang
kertas dan logam baik rupiah maupun valuta asing yang masih berlaku sebagai
alat pembayaran yang sah. Kas atau setara kas terdiri atas kas, giro pada Bank
Indonesia, dan giro pada bank lain. Dalam pengertian kas termasuk mata uang
rupiah dan valuta asing yang ditarik dari peredaran dan yang masih dalam
tenggang waktu penukaran ke Bank Indonesia atau bank sentral negara yang
bersangkutan. Kas merupakan salah satu komponen alat likuid dan tidak
menghasilkan pendapatan, sehingga perlu dikendalikan besarnya agar tidak
menimbulkan adanya dana yang menganggur (idle fund). Kas merupakan pos
neraca yang paling likuid (lancar), dan lazim disajikan pada urutan pertama
aktiva.
B. PENEMPATAN PADA BANK INDONESIA
Penempatan pada Bank
Indonesia terdiri dari dua bagian yaitu giro wadiah dan sertifikat wadiah. Giro
wadiah pada Bank Indonesia adalah saldo rekening giro bank syariah baik dalam
rupiah maupun mata uang asing di Bank Indonesia. Sertifikat wadiah Bank
Indonesia adalah sertifikat yang diterbitkan Bank Indonesia sebagai bukti
penitipan dana berjangka pendek berdasarkan prinsip wadiah.
Giro wadiah pada Bank
Indonesia merupakan salah satu alat likuid dan tidak dimaksudkan untuk
menghasilkan pendapatan. Giro wadiah pada Bank Indonesia yang wajib dipelihara adalah
minimum sebesar giro wajib minimum (GWM) yang dihitung berdasarkan saldo yang
tercatat pada Bank Indonesia. Sertifikat wadiah Bank Indonesia merupakan sarana
penitipan dana jangka pendek oleh bank yang mengalami kelebihan likuiditas.
Dalam akun giro wadiah pada Bank Indonesia termasuk saldo escrow account untuk
tujuan tertentu. Escrow account adalah saldo rekening giro bank syariah
di Bank Indonesia untuk tujuan tertentu.
C. GIRO PADA BANK LAIN
Giro pada bank lain adalah
saldo rekening giro bank syariah pada bank lain di dalam dan luar negeri baik
dalam mata uang rupiah maupun valuta asing dengan tujuan untuk menunjang
kelancaran transaksi antar bank. Giro pada bank lain dimaksudkan untuk
kelancaran operasional transaksi antar bak. Pendapatan jasa giro dari bank umum
konvensional digunakan untuk dana kebijakan. Bonus yang diterima dari bank umum
syariah dapat diakui sebagai pendapatan operasi lainnya.
D. PENEMPATAN PADA BANK LAIN
Penempatan pada bank lain
adalah penanaman dana pada bank syariah lain baik di dalam negeri maupun di
luar negeri dalam bentuk antara lain sertifikat investasi mudharabah antarbank,
deposito mudharabah, tabungan mudharabah, giro wadiah, dan tabungan wadiah yang
dimaksudkan untuk optimalisasi pengelolaan dana.
E. INVESTASI PADA EFEK (SURAT BERHARGA)
Investasi pada efek (surat
berharga) adalah investasi yang dilakukan pada surat berharga komersial, antara
lain wesel ekspor, saham, obligasi dan unit penyertaan atau kontrak investasi
kolektif (reksadana) sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
Investasi pada efek (surat berharga) diperbolehkan sepanjang ada fatwa dari
Dewan Syariah Nasional dan perlakuan akuntansinya mengikuti prinsip-prinsip
akuntansi yang berlaku umum sepanjang ketentuan-ketentuan tersebut tidak bertentangan
dengan prinsip syariah.
F. PIUTANG
1. Piutang Murabahah
Murabahah adalah transaksi
penjualan barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan (margin)
yang disepakati oleh penjual dan pembeli.
2. Piutang Salam
Salam adalah akad jual beli
barang pesanan antara pembeli dan penjual dengan pembayaran dimuka dan
pengiriman barang oleh penjual di belakang. Spesifikasi barang salam disepakati
pada akad transaksi salam.
3. Piutang Istishna
Istishna adalah akad
penjualan antara al-mustashni (pembeli) dan as-shani (produsen
yang juga bertindak sebagai penjual). Berdasarkan akad tersebut, pembeli
menugasi produsen untuk membuat atau mengadakan al-mashnu’ (barang
pesanan) sesuai spesifikasi yang disyaratkan pembeli dan penjualnya dengan
harga yang disepakati. Cara pembayaran dapat berupa pembayaran di muka, cicilan
atau ditangguhkan sampai jangka waktu tertentu.
G. PEMBIAYAAN MUDHARABAH
Pembiayaan mudharabah
adalah akad kerjasama usaha antara bank sebagai pemilik dana (shahibul maal)
dan nasabah sebagai pengelola dana (mudharib) untuk melakukan kegiatan
usaha dengan nisbah pembagian hasil (keuntungan atau kerugian) menurut
kesepakatan dimuka.
H. PEMBIAYAAN MUSYARAKAH
Musyarakah adalah akad
kerjasama yang terjadi diantara para pemilik modal (mitra musyarakah) untuk
menggabungkan modal dan melakukan usaha secara bersamaan dalam suatu kemitraan,
dengan nisbahpembagian hasil sesuai dengan kesepakatan, sedangkan kerugian
ditanggung secara proporsional sesuai dengan kontribusi.
I. PINJAMAN QARDH
Pinjaman qardh adalah penyediaan dana
atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau
kesepakatan antara peminjam dan pihak yang meminjamkan yang mewajibkan peminjam
melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu.
J. PENYALURAN DANA INVESTASI TERIKAT (EXECUTING)
Penyaluran dana investasi
terikat (mudharabah muqayyadah-executing) adalah akad kerjasama usaha
antara bank sebagai pengelola dana (mudharib) dan nasabah sebagai
pemilik dana (shahibil maal) dimana pemilik dana memberikan persyaratan
tertentu dalam tujuan pembiayaan, sektor usaha, lokasi dan persyaratan lainnya
serta bank ikut menaggung risiko atas penyaluran dana investasi terikat
tersebut.
K. AKTIVA PRODUKTIF
Penyisihan kerugian aktiva
produktif dilakukan bank syariah dengan menggunakan dana yang diambil dari
bagian keuntungan yang menjadi hak bank syariah dan tidak diperkenankan sebagai
pengurang pendapatan dalam unsur perhitunagan distribusi hasil usaha. Hal ini
dimaksudkan agar tidak merugikan nasabah.
L. PERSEDIAAN
Persediaan adalah aktiva
non-kas tersedia untuk:
- dijual
dengan akad murabahah,
- deserahkan
sebagai bagian modal bank dalam akad pembiayaan mudharabah/musyarakah.
- disalurkan
dalam akad salam atau salam paralel, dan atau
- aktiva istishna
yang telah selesai tetapi belum diserahkan bank kepada pembeli akhir.
M. TAGIHAN DAN KEWAJIBAN AKSEPTASI
Letter of Credit (L/C)
adalah suatu akad yang diterbitkan Opening Bank atas permintaan importir
(aplicant) dimana bank berjanji akan melaksanakan pembayaran kepada eksportir
(beneficiary) selama memenuhi syarat-syarat yang diminta dalamL/C.
N. IJARAH
Ijarah adalah akad
sewa-menyewa antara muajjir (lessor) dengan musta’jir (lessee) atas
ma’jur (objek sewa) untuk mendapatkan imbalan atas barang yang
disewakannya. Sedangkan ijarah muntahiyah bittamlik adalah perjanjian
sewa suatu barang antara lessor dengan lessee yang diakhiri
dengan perpindahan hak milik obyek sewa.
O. AKTIVA ISTISHNA DALAM PENYELESAIAN
Aktiva istishna dalam
penyelesaian adalah aktiva istishna yang masih dalam proses pembuatan. Biaya
istishna terdiri dari:
- Biaya
langsung, terutama biaya untuk menghasilkan barang pesanan, dan
- Biaya
tidak langsung yang berhubungan dengan akad (termasuk biaya pra-akad) yang
dialokasikan secara obyektif.
P. PENYERTAAN PADA ENTITAS LAIN
Penyertaan pada entitas
lain adalah penanaman dana bank syariah/lembaga keuangan syariah dalam bentuk
kepemilikan saham pada lembaga keuangan syariah lain untuk tujuan investasi
jangka panjang baik dalam rangka pendirian maupun ikut serta dalam operasi
lembaga keuangan lain, termasuk penyertaan sementara dalam rangka
restrukturisasi pembiayaan atau lainnya.
Q. AKTIVA TETAP DAN AKUMULASI PENYUSUTAN
Aktiva tetap adalah aktiva
berwujud yang diperoleh dalam bentuk sipa pakai atau dengan dibangun lebih
dahulu, yang digunakan dalam operasi perusahaan, tidak dimaksudkan untuk dijual
dalam rangka kegiatan normal perusahaan dan mempunyai masa manfaat lebih dari
satu tahun. Biaya perolehan adalah jumlah kas yang dibayarkan atau nilai wajar
imbalan lain yang diberikan untuk memperoleh suatu aktiva pada saat perolehan
atau konstruksi sampai dengan aktiva tersebut dalam kondisi dan tempat yang
siap untuk dipergunakan.
R. PIUTANG
1. Piutang Pendapatan Bagi Hasil
Piutang pendapatan bagi
hasil adalah tagihan yang timbul karena mudharib telah melaporkan bagi
hasil atas pengelolaan usaha tetapi kasnya belum diserahkan kepada bank.
2. Piutang Pendapatan Ijarah
Piutang ijarah adalah
tagihan yang timbul karena adanya pendapatan sewa yang belum diterima oleh bank
sebagai pemilik obyek sewa dari transaksi ijarah atau ijarah
muntahiyah bittamlik.
S. AKTIVA LAINNYA
Aktiva lainnya adalah
aktiva yang tidak dapat secara layak digolongkan dalam pos-pos sebelumnya dan
tidak cukup material disajikan dalam pos tersebut. Komponen aktiva lain-lain,
antara lain:
- aktiva
tetap yang tidak digunakan,
- beban
dibayar dimuka,
- beban yang
ditangguhkan
- agunan
yang diambil alih,
- emas
batangan,
- commemorative
coin, dan
- uang muka
pajak.
KESIMPULAN
Munculnya lembaga atau
perusahaan yang berbasis syariah secara langsung menuntut adanya perangkat
akuntansi perusahaan yang berdasarkan syariah. Hingga saat ini akuntansi
syariah masih mencari bentuk. Sebagai sesuatu yang baru tentu lazim jika selama
ini akuntansi syariah selalu melakukan berbagai penyempurnaan demi hasil akhir
sebuah sistem yang baik.
Masih quo-vadisnya bentu
akuntansi syariah dan telah beroperasinya bisnis berbasis syariah tentunya akan
menuntut adanya praktek akuntansi yang dapat mengkover persoalan-persoalan
ekonomi dan akuntansi yang sesuai dengan syariah termasuk aktiva dalam
akuntansi syariah. Untuk mencapai hal tersebut, maka kita tidak dapat menafikan
keberadaan akuntansi konvensional. Karena ada beberapa aspek yang masih dapat
digunakan untuk kerja akuntansi syariah. Selama belum ditemukan bentuk dan cara
yang sesungguhnya sesuai dengan ketentuan syariah. Sehingga tawaran untuk menggabungkan
antara akuntansi konvensional dan penyempurnaan akuntansi syariah merupakan
jawaban sementara yang perlu dipertimbangkan dalam pengembangan akuntansi
syariah.
by: Tantowi Azizi Sahoed
[1] Nanang Sutrisno,“Permasalahan Pembangunan Hukum Ekonomi Dalam Era Pasar Bebas”, Seminar
Nasional yang dilangsungkan di Semarang, Jawa Tengah, tanggal 8 Juni 1996, hal.
2.
[2] Tim Penyusun Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah
Indonesia, Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia, 2003, Jakarta:
Biro Perbankan Syariah Bank Indonesia hal. 19 s.d. 142.
No comments:
Post a Comment