PENENTUAN
HARGA TRANSFER DAN PENGARUHNYA
TERHADAP
PERILAKU MANAJER DIVISI
A.
ABSTRAK
Dalam sebuah organisasi perusahaan yang mengalami
pertumbuhan dan perkembangan yang pesat manajemen pusat tidak mampu lagi
menangani seluruh persoalan yang ada. Oleh karena itu biasanya manajemen
membagi organisasi perusahaan menjadi divisi-divisi yang dipimpin oleh seorang
manajer divisi. Dengan kebijakan ini maka akan terjadi ketergantungan antar
divisi karena masing-masing divisi tidak bisa berdiri sendiri dan mebutuhkan
divisi yang lain. Output sebuah divisi menjadi input divisi lain. Dengan kata
lain, tejadi barang antar divisi. Dari sisi penilaian kinerja, adanya transfer
intern tersebut semakin memperumit proses penilaian kinerja pusat
pertanggungjawaban. Harga yang disepakati dari transfer intern antar divisi
disebut dengan harga transfer (transfer
price). Harga ini akan berpengaruh terhadap laba divisi, baik divisi
penjual maupun divisi pembeli. Jika harga terlalu tinggi, maka laba yang
diperoleh divisi penjual tinggi, namun laba yang diperoleh divisi pembeli lebih
rendah. Harga trasfer yang rendah akan berpengaruh sebaliknya. Hal tersebut tentu
akan mempengaruhi keputusan-keputusan yang akan diambil oleh seorang manajer
divisi.
B.
PENDAHULUAN
Perusahaan dalam perkembangannya akan mengalami suatu
perubahan sesuai dengan tahapannya. Ketika sebuah perusahaan pertama kali
didirikan, biasanya kegiatan perusahaan dan karyawan yang terlibat dalam
kegiatan tersebut masih sedikit dan dapat dikendalikan sepenuhnya oleh manajer
pusat. Namun, sejalan dengan tumbuh dan berkembangnya perusahaan tersebut,
kegiatan yang dilakukan dan karyawan yang terlibat semakin banyak, sehingga
manajemen pusat tidak mampu lagi menangani seluruh persoalan yang ada dan
membuat keputusan untuk seluruh organisasi perusahaan. Agar perusahaan dapat
tetap berjalan sesuai harapan, biasanya manajemen lalu membagi-bagi tugas,
memecah-mecah organisasi perusahaan menjadi divisi-divisi, dan menetapkan
seorang manajer yang bertanggungjawab untuk setiap divisi tersebut. Para
manajer divisi diberi kewenangan untuk membuat berbagai keputusan yang
sebelumnya dilakukan manajemen pusat, dan perusahaan menetapkan berbagai
instrumen evaluasi guna menilai menilai kinerja para manajer tersebut.
Ketika perusahaan telah mengalami perkembangan yang
begitu pesat biasanya akan mendelegasikan wewenang kepada manajer-manajer
divisi, untuk mengambil keputusan tertentu di masing-masing divisinya. Seorang
manajer divisi dengan wewenang yang mereka miliki tentunya akan berusaha memberikan
yang terbaik bagi manajemen pusat atau perusahaan. Akan tetapi dengan adanya
pembagian menjadi beberapa divisi akan terjadi adanya ketergantungan antara
divisi yang satu dengan divisi yang lain. Hal ini akan mengakibatkan kebijakan
yang diambil oleh seorang manajer divisi akan berpengaruh terhadap manajer yang
lain, sehingga seorang manajer tidak bisa membuat kebijakan yang semena-mena,
karena bisa jadi produk dari divisi tersebut menjadi input bagi divisi yang
lain dalam perusahaan yang sama. Jika perusahaan menginginkan adanya suatu
keadilan dalam kebijakan yang dibuat oleh para manajer divisinya, maka produk
yang ditransfer dari satu divisi ke divisi yang lain harga jualnya harus secara
wajar. Harga barang yang ditransfer secara intern ini sering disebut dengan
harga transfer.
Penentuan harga transfer berpengaruh terhadap divisi yang
melakukan transfer dan perusahaan secara keseluruhan. Hal ini terjadi karena
transfer anatar divisi akan berpengaruh terhadap laba masing-masing divisi,
laba perusahaan, dan otonomi divisi. Akibatnya seorang manajer yang membawahi
sebuah divisi hendaknya membuat kebijakan yang bisa mengoptimalkan apa yang
ada. Dengan demikian divisi yang mereka pimpin akan mendapatkan suatu
keuntungan dengan adanya wewenang yang mereka miliki dan perusahaan pun akan
mendapat keuntungan karena kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh masing-masing
manajer divisi tidak saling merugikan.
C.
RUMUSAN MASALAH
Masalah yang umumnya dijumpai dalam penentuan harga
transfer adalah dasar yang digunakan dalam penentuan harga transfer. Harga
transfer di satu pihak merupakan pendapatan bagi pusat pertanggungjawaban yang
menyerahkan produk atau jasa, di lain pihak merupakan biaya bagi pusat
pertanggungjawaban yang menerima produk atau jasa. Harga transfer harus
ditentukan secara adil, agar tidak merugikan pusat pertanggungjawaban yang
mengadakan transaksi.
Selain itu jika perusahaan telah terbagi ke dalam
divisi-divisi, maka di antara divisi-divisi tersebut dapat saling melakukan
(transaksi intern) sebagaimana transaksi yang mereka lakukan terhadap pihak
ekstern. Dalam transaksi intern tersebut, seringkali muncul persoalan, bahkan
pertengkaran antar manajer, dalam menentukan harga.
Masalah harga transfer timbul jika terdapat transaksi
pertukaran produk atau jasa antara dua divisi atau lebih di dalam perusahaan.
Dalam hal ini biasanya timbul masalah dalam penentuan harga transfer, yaitu
harga produk atau jasa yang dipertukarkan antar divisi di dalam perusahaan. Di
satu pihak harga transfer merupakan pendapatan bagi divisi penjualan, di pihak
lain merupakan biaya bagi divisi pembeli.
Sistem penentuan harga transfer harus memuaskan tiga
tujuan: evaluasi kinerja yang akurat, keselarasan tujuan (goal congruence), dan perlindungan otonomi divisi. Penilaian
kinerja yang akurat berarti bahwa manfaat yang diperoleh oleh seorang manajer
divisi, tidak berakibat sebaliknya bagi manajer divisi yang lain. Keselarasan
tujuan berarti manajer divisi memilih tindakan yang memaksimumkan laba
perusahaan. Perlindungan otonomi divisi berarti bahwa manajemen pusat tidak
akan campur tangan terhadap kebebasan mengambil keputusan oleh manajer divisi.
D.
PEMBAHASAN
1. Penentuan
Harga Transfer
Harga transfer adalah nilai produk atau jasa
dipertukarkan (diperjualbelikan) antarpusat pertanggungjawaban di dalam
perusahaan.[1] Harga transfer tersebut
dapat dibedakan dengan harga jual, yaitu nilai produk atau jasa yang dijual
oleh perusahaan kepada pihak eksternal.
Produk atau jasa yang dipertukarkan mungkin dihasilkan
juga oleh pihak eksternal perusahaan, sehingga dalam hal ini suatu pasar
pertanggungjawaban mempunyai alternatif untuk membeli produk atau jasa dari
pihak eksternal perusahaan, atau dari pusat pertanggungjawaban penghasil produk
atau jasa tersebut. Demikian pula bagi pusat pertanggungjawaban yang
menghasilkan produk atau jasa, mempunyai alternatif untuk menjual kepada pihak
eksternal perusahaan atau pusat pertanggungjawaban yang memerlukan produk atau
jasa tersebut. Hal ini terjadi karena adanya wewenang yang diberikan manajemen
pusat terhadap masing-masing divisi untuk mengelola divisinya. Wewenang itulah
yang biasanya digunakan oleh seorang manajer untuk mengatur divisinya agar
memperoleh keuntungan bagi divisi maupun bagi perusahaan.
Meskipun campur tangan langsung manajemen pusat tidak
dikehendaki oleh seorang manajer divisi, namun dalam batas minimum justru
diperlukan. Bentuk campur tangan yang masih dimungkinkan sekaligus diperlukan
agar penentuan harga transfer berlangsung secara adil, dan menguntungkan kedua
divisi yang terlibat dan sekaligus menguntungkan perusahaan adalah membantu
mengidentifikasi dan menetapkan kebijakan dan pedoman. Salah satu pedoman yang
sering digunakan dalam penentuan harga transfer adalah pendekatan biaya
kesempatan (oportunity cost approach).
Pendekatan biaya kesempatan dalam kondisi tertentu cocok dengan tujuan
penilaian kinerja, keselarasan tujuan, dan otonomi.
Dalam penentuan kebijakan harga transfer, perhatian harus
diarahkan kepada divisi penjual dan divisi pembeli secara adil. Pendekatan
biaya kesempatan mengakomodasi kebutuhan tersebut dengan mengidentifikasi harga
minimum yang dapat diterima unit penjual dan harga maksimum yang harus dibayar
oleh unit pembeli. Harga transfer minimum dan harga transfer maksimum
berhubungan dengan biaya kesempatan transfer barang secara internal. Secara
rinci konsep dan pengertian harga minimum dan harga maksimum adalah sebagai
berikut:
- Harga transfer
miunimum adalah harga transfer yang tidak merugikan unit penjual apabila
barang dijual kepada divisi intern.
- Harga transfer
maksimum adalah harga transfer yang tidak merugikan divisi pembeli apabila
barang dibeli dari divisi intern.
Dengan konsep di atas, maka harga minimum adalah harga
yang berkaitan dengan divisi penjual, sedangkan harga maksimum berkaitan dengan
divisi pembeli. Pendekatan ini memberikan peluang bagi peningkatan laba
perusahaan secara keseluruhan. Dengan pendekatan ini barang harus ditransfer
jika harga minimum lebih rendah dibanding harga maksimum. Per definisi,
pendekatan ini menjamin bahwa kedua manajer divisi tidak mengalami kerugian.
2. Rumus
Penentuan Harga Transfer
Salah
satu tujuan yang harus diperhatikan dalam penentuan harga transfer adalah
mendorong keselarasan tujuan di antara divisi-divisi yang terlibat dalam
transfer intern. Pedoman umum yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan ini
adalah sebagai berikut:
Harga transfer
|
=
|
Tambahan biaya per unit karena adanya transfer
|
+
|
Opportunity
cost per unit karena adanya
transfer
|
Rumus di
atas menjelaskan bahwa harga transfer merupakan penjumlahan dua komponen.
Komponen pertama adalah biaya per unit yang terjadi di divisi yang memproduksi
barang atau jasa yang ditransfer. Biaya ini mencakup biaya variabel ditambah
biaya lain yang terjadi karena adanya transfer. Komponen kedua adalah biaya
kesempatan yang ditanggung oleh perusahaan secara keseluruhan karena adanya
transfer. Ingat bahwa biaya kesempatan peluang/kesempatan atau manfaat yang
hilang karena dipilihnya sebuah alternatif.[2]
3.
Tujuan Penentuan Harga Transfer
Sistem
penentuan harga transfer harus memenuhi tiga tujuan berikut:
1. Evaluasi divisi secara akurat berarti tidak
satupun manajer divisi yang memperoleh keuntungan dengan mengorbankan manajer
divisi lain (dalam arti bahwa satu divisi lebih baik sedangkan divisi lainnya
lebih jelek).
2. Keselarasan tujuan ( goal congruence) antara
divisi dan perusahaan berarti para manajer divisi mengambil keputusan yang
memaksimumkan laba perusahaan dengan memaksimumkan laba divisinya.
3. Tetap terjaganya otonomi divisi adalah
tidak ada campur tangan manajemen puncak terhadap kebebasan manajer divisi
dalam mengambil keputusan. Masalah yang dihadapi dalam penentuan harga transfer
adalah membuat suatu sistem yang secara simultan memenuhi tiga tujuan tadi.[3]
4.
Metoda Penentuan Harga Transfer
Harga
transfer dapat ditentukan dengan menggunakan empat metoda sebagai berikut:
- Metode Harga
Pasar (Market-Based Transfer Prices).
- Metode Harga
Pokok (Cost-Based Transfer Prices).
- Metode
Negosiasi (Negotiation-Based
Transfer Prices).
- Metode
Arbitrasi (Arbitration-Based Transfer
Prices).
1. Metode Harga Pasar (Market-Based Transfer Prices)
Menurut metode
ini, harga transfer ditentukan atas dasar harga pasar dari produk atau jasa
yang dipertukarkan. Metode ini umumnya digunakan pada organisasi yang
menerapkan desentralisasi, sehingga setiap pusat pertanggungjawaban penghasil
produk atau jasa (divisi penjual) mempunyai wewenang untuk menetapkan harga
transfer.
Metode
harga pasar dianggap sebagai metode yang paling baik untuk mengatasi masalah
penentuan harga transfer, karena harga pasar lebih bersifat independen dan
dapat menunjukkan perolehan laba yang layak untuk setiap divisi. Setiap manajer
divisi dapat melakukan transaksi dengan bebas (open-market bargaining) dengan divisi yang lain atau dengan pihak
lain di luar perusahaan.
2. Metode Harga Pokok (Cost-Based Transfer Prices)
Menurut
metode ini, harga transfer ditentukan atas dasar harga pokok produksi dari
produk atau jasa yang dipertukarkan. Metode ini umumnya digunakan untuk jenis
produk atau jasa yang bersifat khusus atau tidak dihasilkan oleh pihak
eksternal perusahaan. Di samping itu, metode harga pokok digunakan jika:
- Produk atau
jasa yang dipertukarkan tidak mempunyai harga pasar.
- Terdapat
beberapa macam harga pasar dari produk atau jasa yang dipertukarkan.
3. Metode Negosiasi (Negotiation-Based
Transfer Prices)
Alternatif
lain dalam penentuan harga transfer adalah metode negosiasi, yaitu penentuan
harga transfer atas dasar tawar menawar antara divisi penjual dengan divisi
pembeli. Metode ini umumnya diterapkan dalam hal sebagai berikut:
- Tidak
tersedianya harga pasar dari produk atau jasa yang dipertukarkan.
- Timbul masalah
dalam penentuan besarnya laba untuk produk atau jasa yang dipertukarkan.
- Produk atau
jasa yang dipertukarkan tidak dihasilkan oleh pihak eksternal perusahaan.
4. Metode Arbitrasi (Arbitration-Based
Transfer Prices)
Menurut
metode ini, harga transfer ditentukan oleh direksi atau pihak lain yang
ditugaskan sebagai arbitrator dalam
penentuan harga transfer. Metode ini digunakan jika konflik antarmanajemen
dalam negosiasi harga transfer. Arbitrator
dalam hal ini mengadakan dialog dengan para manajer yang bersangkutan.
Dialog tersebut diharapkan dapat menentukan harga transfer yang dapat diterima
oleh kedua belah pihak.[4]
5.
Pengaruh Penentuan Harga Transfer Bagi Perilaku Manajer Divisi
Harga yang ditetapkan untuk barang yang ditransfer
mempengaruhi kos divisi pembeli dan pendapatan divisi penjual. Harga transfer
mempunyai dampak terhadap pengukuran prestasi divisi, laba perusahaan sebagai
satu kesatuan dan otonomi divisi-divisi yang terlibat dalam transfer barang
atau jasa (Hansen 1990, p. 736). Masing-masing manajer divisi harus benar-benar
memahami hal-hal tersebut, karena laba divisi-divisi tersebut akan dipengaruhi
oleh harga transfer. Karena kinerja divisi umumnya diukur atas dasar laba yang
diperoleh, baik dengan ROI (return on
investment atau tingkat kembalian investasi) maupun RI (residual income atau laba bersih operasi
yang diperoleh oleh sebuah pusat investasi di atas tingkat kembalian minimum
aktiva operasi), maka biasanya manajer divisi yang terlibat dalam transaksi
intern berusaha keras untuk memperoleh keuntungan setinggi-tingginya dari
transaksi intern tersebut. Manajer divisi penjual ingin memperoleh laba
(menetapkan harga transfer) setinggi-tingginya, sedangkan manajer divisi
pembeli ingin memperoleh input dengan harga serendah-rendahnya. Perbedaan
kepentingan anta manajer divisi biasanya terjadi karena adanya perbedaan
kepentingan yang terjadi pada masing-masing divisi yang dipimpinnya. Tabel
berikut ini akan memperjelas perbedaan kepentingan kedua divisi tersebut.
Perbedaan Kepentingan antara Divisi Penjual dan Divisi
Pembeli dalam Transaksi Intern
PT ABC
|
|
Divisi A (Penjual)
|
Divisi C (Pembeli)
|
Memproduksi komponen dan mentransfer ke divisi C dengan
harga transfer yang sudah ditetapkan
|
Membeli komponen dari divisi A dengan harga transfer
yang sudah ditetapkan dan menggunakan komponen ini untuk memproduksi
|
Merupakan pendanaan bagi divisi A
|
Merupakan harga pokok bagi divisi C
|
Menaikkkan laba operasi
|
Menurunkan laba operasi
|
Menaikkan ROI
|
Menurunkan ROI
|
Pendapatan harga transfer = Kos harga transfer
Tidak berpengaruh terhadap PT Prembun Indah
|
Pada dasarnya harga transfer bersih akan keluar dari
perusahaan, oleh karena itu penentuan harga transfer dapat mempengaruhi tingkat
laba yang diperoleh perusahaan karena penentuan harga transfer tersebut
mempengaruhi perilaku manajer divisi. Sebuah divisi yang dipimpin oleh seorang
manajer divisi bertindak secara independen, dapat memaksimumkan laba divisi
yang bersangkutan, namun mengurangi laba perusahaan.
Karena keputusan penentuan harga transfer dapat
mempengaruhi kemampulabaan perusahaan, manajemen puncak sering melakukan intervensi dalam penetapan harga
transfer. Jika praktik semacam ini terjadi terus, maka hal ini akan
bertentangan dengan konsep desentralisasi berikut keuntungan desentralisasi.
Salah satu alasan perusahaan melakukan desentralisasi, karena biaya yang
dikeluarkan lebih kecil dibanding manfaatnya. Oleh karena itu, intervensi manajemen dalam jangka
panjang akan mengurangi manfaat desentralisasi.
Sorang manajer divisi akan mengambil kebijakan yang
berguna bagi divisinya sesuai dengan keadaan yang mempengaruhinya. Apabila perusahaan
dianggap memiliki divisi-divisi yang
saling mentransfer produk dan komponen-komponennya. Anggaplah divisi Alfa
memproduksi dua produk yaitu produk A dan produk B. Produk A dijual ke luar
dengan harga Rp 1.000,00 per unit dan produk B ditransfer ke divisi Beta dengan
harga Rp 1.200,00 per unit. Biaya-biaya per unit sehubungan dengan dua produk
adalah sebagai berikut:
|
Produk Divisi Alfa
|
|
A
|
B
|
|
Biaya bahan baku..............................
|
Rp 300,00
|
Rp 280,00
|
Biaya tenaga kerja langsung.............
|
100,00
|
200,00
|
BOP variabel.....................................
|
100,00
|
320,00
|
BOP tetap..........................................
|
120,00
|
300,00
|
Biaya penjualan variabel....................
|
80,00
|
-
|
Total...................................................
|
Rp
700,00
|
Rp
1.100,00
|
Terdapat
penawaran dari perusahaan lain ke divisi Beta, produk pengganti yang hampir
sama dengan produk B dengan harga Rp 1.040,00. ditinjau dari sudut pandang
perusahaan, persoalan ini tidak lain merupakan kasus membuat atau membeli. Jika
BOP tetap divisi Alfa tidak dapat dihindarkan, maka biaya relevan untuk kasus
ini adalah:
Membeli produk B dari luar......................................................
|
Rp 1.040,00
|
|
Membuat sendiri:
|
|
|
Bahan baku.......................................
|
Rp 280,00
|
|
Tenaga kerja langsung.....................
|
200,00
|
|
BOP variabel.....................................
|
320,00
|
800,00
|
Selisih......................................................................................
|
Rp
240,00
|
Yang sebaiknya dilakukan manajer divisi Beta pada
dasarnya adalah meminimumkan biaya, yaitu membeli dari penjual manapun dengan
harga termurah. Jika divisi Beta tidak dapat membeli dari divisi Alfa dengan
harga Rp 1.040,00 atau kurang, maka manajer divisi Beta mungkin membeli dari
luar sehingga laba divisinya maksimum. Meskipun manajer divisi Beta
berkepentingan dengan harga produk B, dia juga berkepentingan dengan
kualitasnya. Jika barang yang harganya Rp 1.040,00 itu rendah kualitasnya, maka
manajer divisi Beta mungkin sebaiknya membeli dari divisi Alfa dengan harga
tinggi.
Hal yang perlu diperhatikan adalah sebelum divisi Beta
menerima tawaran dari luar untuk membeli produk B dengan harga Rp 1.040,00 per
unit, divisi Alfa menjual produk B ke divisi Beta dengan harga transfer Rp
1.200,00. Kalau manajer divisi Beta setelah menerima tawaran dari luar adalah
membeli dari luar, maka perilaku ini bagi divisi Alfa mengurangi contribution margin produk B, dan oleh
sebab itu menurunkan laba divisinya. Karena dalam contoh kasus ini divisi Alfa
dianggap tidak menjual produk B ke luar, maka manajer divisi Alfa akan mencari
alternatif lain untuk menggunakan fasilitas yang semula digunakan untuk
memproduksi produk B tersebut. Seandainya alternatif yang menguntungkan tidak
ada, manajemen puncak mungkin perlu untuk mewajibkan transfer intern. Manajer
divisi hendaknya mengoptimalkan laba divisi dan perusahaan dan tidak ada divisi
yang memperoleh manfaat dengan mengorbankan (menyakiti) divisi lain.
Anggaplah bahwa divisi Alfa dapat mentransfer produk B ke
divisi Beta dan apat pula menjual keluar, dalam jumlah unit yang sama, dengan
harga Rp 1.200,00 per unit. Sekarang manajer divisi Alfa hendaknya menjual ke
pembeli manapun yang mau membayar dengan harga termahal.
Dalam kondisi demikian, divisi Alfa akan menjual ke luar
dengan harga Rp 1.200,00 dan divisi Beta akan membeli dari perusahaan dengan
harga Rp 1.040,00. Perilaku kedua manajer divisi ini tidak menimbulkan masalah,
karena memaksimumkan laba masing-masing divisi yang sekaligus memaksimumkan
laba perusahaan. Masalah baru akan timbul apabila jumlah yang dibutuhkan divisi
Beta tidak dapat sepenuhnya dibeli dari luar, sedangkan divisi Alfa tidak mau
menjual ke divisi Beta. Di sinilah campur tangan manajemen puncak memainkan
perannya.
Keinginan manajer divisi pembeli dan manajer divisi
penjual untuk memaksimumkan prestasi divisinya masing-masing, sering
menimbulkan masalah. Bertindak sebagai unit independen semu, manajer divisi
mungkin mengambil keputusan yang menguntungkan divisinya tetapi tidak
menguntungkan perusahaan. Perusahaan sangat perlu untuk mempertahankan sudut
pandang maksimalisasi laba perusahaan dengan tetap memberikan otonomi dan
tanggung jawab kepada masing-masing manajer divisi.
E.
KESIMPULAN
Perusahaan yang telah mengalami perkembangan pesat
manajemen pusat biasanya mendelegasikan wewenang pada sebuah organisasi yang
besar dan terbagi-bagi ke dalam divisi-divisi yang menjanjikan banyak manfaat.
Dengan adanya kebijakan ini memungkinkan antar divisi melakukan transaksi
intern. Dalam transaksi intern harus ada kesepakatan harga yang disebut harga
transfer (transfer price).
Harga
transfer adalah nilai produk atau jasa yang dipertukarkan antarpusat
pertanggungjawaban di dalam perusahaan. Masalah pokok yang timbul adalah
pemilihan dasar atau metode yang digunakan dalam penentuan harga transfer,
sehingga diperoleh harga transfer yang adil dan layak digunakan untuk menilai
prestasi setiap manajer dan pusat pertanggungjawaban yang dipimpinnya.
Penenuan
harga transfer dapat dilakukan dengan berbagai cara atau pendekatan tergantung
situasi yang ada pada saat itu. Metode penentuan harga transfer yang paling
banyak dipakai adalah metode harga pasar, dan metode negosiasi. Namun hal-hal
yang perlu dicermati bahwa dalam proses penentuan harga transfer sedapat
mungkin menghindari campur tanagan manajemen pusat, menghindari kerugian salah
satu pihak yang bertransaksi, dan sekaligus mencapai tujuan antara tujuan
divisi dengan tujuan perusahaan secara keseluruhan.
Manajer
divisi pembeli dan manajer divisi penjual ketika berusaha memaksimumkan prestasi
divisinya masing-masing, sering menimbulkan masalah. Manajer divisi mungkin
mengambil keputusan yang menguntungkan divisinya tetapi tidak menguntungkan
perusahaan. Perusahaan sangat perlu untuk mempertahankan sudut pandang
maksimalisasi laba perusahaan dengan tetap memberikan otonomi dan tanggung
jawab kepada masing-masing manajer divisi.
Manajer divisi dalam menentukan harga transfer hendaknya
dilakukan secara bijaksana karena hal tersebut dapat mempengaruhi kemampulabaan
perusahaan, oleh karenanya manajemen puncak sering melakukan campur tangan dalam
penetapan harga transfer. Jika manajemen puncak sering campurtangan, maka hal
ini akan bertentangan dengan konsep perusahaan yang telah meberi kewenangan
kepada masing-masing divisi yang ada berikut keuntungan yang diharapkan. Salah
satu alasan perusahaan dalam hal ini manajemen pusat memberikan tugas dan
tanggungjawab kepada divisi yang ada dimana divisi tersebut dipimpin oleh
manajer divisi, karena biaya yang dikeluarkan lebih kecil dibanding manfaatnya.
Oleh karena itu, campurtangan manajemen dalam jangka panjang akan mengurangi
manfaat yang akan didapat.
Untuk mengindari adanya campurtangan dari manajemen
pusat, manajer divisi hendaknya mengoptimalkan laba divisi dan perusahaan dan
tidak ada divisi yang memperoleh manfaat dengan mengorbankan (menyakiti) divisi
lain. Dengan demikian peran dari manajer divisi benar-benar dapat memberikan
sesuatu yang memberikan nilai tambah bagi perusahaan bukannya sebaliknya.
Intinya manajer divisi bertindak secara profesional untuk memajukan
perusaahaan.
by: Tantowi Azizi Sahoed
halo semuanya di sini jika Anda mencari pinjaman dengan tingkat bunga rendah dengan pengembalian 2 tingkat per tahun maka penawaran pinjaman pedro akan bagus untuk pinjaman bisnis Anda dan beberapa jenis pinjaman lain yang ingin Anda ajukan selama Anda tahu bahwa Anda dapat melakukannya pengembalian yang baik kembali sesegera mungkin kemudian hubungi mr pedro di pedroloanss@gmail.com
ReplyDelete