Blog Archive

Tuesday 7 July 2015

Politik Etis Perusahaan Pemakai Tenaga Kerja Kontrak di Indonesia

Politik Etis Perusahaan Pemakai Tenaga Kerja Kontrak di Indonesia


Saat ini Indonesia sedang banyak membangun kawasan Industri yang tentunya banyak membutuhkan tenaga kerja. Sayanganya beberapa di antara perekrutan tenaga kerja tersebut adalah tenaga kerja kontrak. Begitu kontrak habis tenaga kerja harus bertarung untuk tetap mendapatkan penghasilan dengan berbagai macam cara. Setelah lulus dari sekolah kejuruan teknik, ribuan tenaga kerja muda bertarung untuk mendapatkan tempat di perusahaan. Perusahaan-perusahaan yang berlevel internasional biasanya yang menjadi bidikan mereka. Diakui atau tidak, gengsi yang tinggi serta kesejahteraan yang ditawarkan oleh perusahaan incaran mereka tersebut yang mendorong mereka untuk sekuat tenaga guna bisa diterima bekerja. Beberapa bagian dari mereka adalah pendatang dari daerah yang berusaha mengadu nasib di kota.

Ketika mereka sudah diterima bekerja di salah satu perusahaan-perusahaan terkemuka tersebut, alangkah bahagianya mereka. Tidak hanya mereka, keluarga mereka adalah orang lain yang merasakan efek bahagianya. Gaji tinggi, fasilitas yang mumpuni, dan bonus-bonus lain yang menunggu kadang membuat mereka boleh dikatakan berganti haluan gaya hidup. ‘Si Budi’ yang dahulu sederhana sekarang berkecukupan dengan segala gaji dan fasilitas dari perusahaan. Stempel ‘mantu idaman’ karena bisa bekerja di sebuah perusahaan berskala international seolah-olah sudah mereka pegang.

Sebenarnya mereka menyimpan bom waktu yang cukup besar apabila mereka tidak mewaspasainya. Sistem tenaga kerja kontrak jika tidak diantisipasi bisa membuyarkan langka mereka menuju masa depan. Jika selama setahun kontrak mereka bisa berjibun dengan gaji dan fasilitas dari perusahaan, maka setelah itu mereka harus mencari pekerjaan lagi bermodal pengalaman kerja dan bonus dari perusahaan. Semakin lama tidak mendapatkan pekerjaan, semakin menipis pula bekal yang selama ini mereka kumpulkan. Apalagi terhadap tenaga kerja kontrak  yang sudah terkadung hedonis dengan kelimpahan penghasilan selama masa kontraknya akan semakin membuat depresi ketika belum juga mendapatkan pekerjaan barunya.


Peran Keluarga dan Sekolah dalam Membentuk Pondasi Pemikiran Tenaga Kerja Kontrak

Oleh karena itu, hendaknya mereka memiliki basic yang kuat sebagai pondasi mereka menatap masa depan. Mereka tidak boleh terbuai selama masa kontrak hidup berkecukupan dan setelah itu kebingungan. Keluarga dan sekolah juga memiliki andil penting terhadap kuatnya pondasi mereka. Keluarga hendaknya menjaga mereka untuk tetap berjalan pada koridornya. Mengambil pengalaman bekerja, menabung ketika gaji tinggi, mempersiapkan ketika kontrak hampir selesai. Membanggakan mereka tidak masalah, yang penting jangan membanggakan secara berlebihan dimana pada akhirnya ketika mereka tidak bekerja akan menjadi beban psikologis bagi mereka.

Para guru, terutama di sekolah kejuruan, hendaknya juga membekali mereka tentang bagaimana sebaiknya mengatur penghasilan yang mereka dapatkan. Para guru tidak cukup mengajarkan tentang ilmu akademik saja. Ilmu tentang bagaimana menyikapi hidup sebagai tenaga kerja kontrak juga perlu diberikan. Bagaimana cara menembus agar diterima di perusahaan besar, bagaimana mengatur gaji yang besar guna menghadapi ketika suatu saat kontrak mereka habis. Poin pentingnya adalah bagaimana mengatur gaji yang besar agar benar-benar bermanfaat, apalagi jika suatu saat kontrak habis dan harus mencari pekerjaan lagi.


Perusahaan Hendaknya Menerapkan Politik Etis terhadap Tenaga Kerja Kontrak

Pemikul tanggung jawab lain adalah perusahaan yang menggunakan tenaga kerja kontrak. Perusahaan tidak  bisa hanya menggunakan tenaga mereka kemudian cukup menggaji tinggi tenaga kerja kontrak. Perusahaan harus bertanggung jawab dalam membentuk mental mereka agar kuat baik itu saat masih sebagai tebaga kerja kontrak ataupun ketika mereka harus mandiri. Perusahaan harus mempunyai kebijakan yang kreatif dalam membangun mental tenaga kerjanya. Perusahaan tidak boleh masa bodoh dengan keadaan pekerja kontrak mereka. Sebagai perbandingan adalah apa yang disebut sebagai politik etis atau politik balas budi yang dilakukan oleh penjajah Belanda terhadap Indonesia. Belanda saja yang waktu itu menjajah Indonesia masih memiliki kebijakan politik balas budi terhadap bangsa yang dijajahnya. Politik etis atau politik balas budi adalah suatu pemikiran yang menyatakan bahwa pemerintah kolonial memegang tanggung jawab moral bagi kesejahteraan pribumi. Pemikiran ini merupakan kritik terhadap politik tanam paksaPada 17 September 1901, Ratu Wilhelmina yang baru naik tahta menegaskan dalam pidato pembukaan Parlemen Belanda, bahwa pemerintah Belanda mempunyai panggilan moral dan hutang budi (een eerschuld) terhadap bangsa pribumi di Hindia Belanda.

Perusahaan pengguna tenaga kerja kontrak bisa mengadopsi kebijakan politik etis ini. Hal ini bisa kita lihat bahwasanya perusahaan sudah menggaji dengan gaji tinggi ditambah bonus-bonus yang luar biasa, akan tetapi setelah itu tenaga kerja kontrak bertarung kembali untuk mendapatkan pekerjaan lagi disertai dengan batas umur yang semakin menua. Perusahaan juga perlu memperhatikan efek psikologis terhadap para tenaga kerja kontrak ini, Apalagi jika mereka kesulitan untuk mendapatkan tempat lagi di perusahaan dimana selama ini mereka telah luar biasa berkecukupan. Perusahaan harus membekali mereka dengan bekal untuk menghadapi segala kemungkinan. Mereka harus dibekali teknik agar diterima bekerja lagi baik ditempat yang sebelumnya ataupun di tempat lain sampai menjadi karyawan tetap ataupun karyawan bisa mandiri. Mereka juga harus dibekali apabila mereka sudah berusaha keras namun akhirnya tidak juga diterima menjadi karywan tetap. Bekal hidup berwirausaha adalah bekal yang perlu diberikan bagi para tenaga kerja kontrak ini.


Wirausaha Bisa Menjadi Point Dasar Bagi Tenaga Kerja Kontrak



Perusahaan bisa memberikan mereka ilmu tentang berwirausaha. Waktu pembekalan dapat dilakukan dengan penambahan waktu di luar jam kerja akan tetapi dihitung lembur agar pekerja semakin giat dalam mengikutinya. Kursus-kursus yang menyerupai perkerjaan mereka di perusahaan mungkin akan lebih baik. Perusahaan otomotif berarti memberikan kursus perbengkelan, service, usaha pembuatan mesin sederhana dan sejenisnya. Perusahaan elektronik bisa memberikan kursus tentang service peralatan elektronika, pembuatan pesawat elektronika sederhana dan semacamnya. Perusahaan garmen meberikan kursus tambahan tentang menjadi penjahit serta mendesain model pakaian dan lain sebagainya. Insentif-insentif juga bisa dikembangkan untuk menarik minat mereka berwirausaha. Perusahaan juga bisa memaksa tenaga kerja dengan cara yang halus. Misalkan apabila setelah kontrak selesai mereka ditawari bonus tambahan, akan tetapi hanya bisa diambil apabila mereka mengajukan proposal wirausaha. Tentunya perusahaan harus menambah bagian, energy serta kreativitas yang khusus menangani kebijakan ini di internal perusahaan mereka. Nantinya kebijakan tambahan ini bertanggung jawab untuk membangun moral tenaga kerjanya agar tetap bisa menatap masa depan yang gemilang. Program ini diberikan perusahaan sebagai wujud terima kasih terhadap para tenaga kerja mereka yang diakui atau tidak telah membantu perkembangan perusahaan. Niat yang tinggi disertai dengan inovasi-inovasi kebijakan perusahaan yang terus berkembang tentunya diharapkan akan semakin membuat seorang tenaga kerja bisa mandiri. Terlebih lagi apabila masing-masing tenaga kerja pada akhirnya bisa menciptakan perusahaan-perusahaan baru, menciptakan tenaga kerja mandiri, dan begitu siklus kehidupan seterusnya.

by: Tantowi Azizi Sahoed

No comments:

Post a Comment