PENDAHULUAN
Pesatnya kemajuan bidang
ekonomi, ilmu pengetahuan, dan teknologi memaksa para ilmuan, para ulama serta
peminat studi keislaman untuk lebih gigih mengerahkan kemampuan intelektualnya
untuk mengkaji ulang konsep-konsep perekonomian yang sesuai dengan syariah.
Lebih dari itu, diperlukan upaya merujuk kembali berbagai literatur keislaman
dalam menjawab berbagai tantangan tersebut.
Persoalan
ekonomi yang berkaitan dengan sistem dan mekanisme umat manusia dalam memenuhi
kebutuhan hidup mereka, tidak banyak dibicarakan di dalam Al Quran, khususnya
yang berkaitan dengan persoalan rinciannya. Namun demikian, dalam menggali,
mengolah, mendistribusikan, dan memanfaatkan sumber daya alam, ajaran Islam
memberikan rambu-rambu yang harus dipedomani, yang tujuannya adalah agar
hak-hak orang lain tidak teraniaya dan kewajiban-kewajiban setiap individu
dapat terpenuhi.
Di
zaman era globalisasi, persoalan ekonomi semakin memegang peranan penting dalam
kehidupan suatu masyarakat dan negara, karena perekonomian merupakan basis dari
suatu negara dalam menghadapi daya saing (competitiveness),
baik secara nasional maupun secara internasional, di samping daya saing
kebijakan dan hukum.[1]
Untuk mewujudkan pertumbuhan dan perkembangan ekonomi, Indonesia harus
mengembangkan teknologi, kualitas dan kuantitas investasi, akses pasar,
keterkaitan strategis antara produsen dengan konsumen, sehingga dengan
peningkatan kapabilitas teknologi dan investasi sumber daya manusia diharapkan
dapat meningkatkan produktivitas dan daya saing.[2]
Untuk itu Indonesia membutuhkan pembiayaan yang besar, apalagi setelah sumber
devisa dari sektor migas semakin berkurang peranannya, karena mengalami
goncangan harga di pasaran dunia.
Kelangkaan sumber devisa yang
dialami Indonesia, menghendaki upaya yang sungguh-sungguh dari pemerintah untuk
menggali dan meningkatkan sumber devisa baru di dalam negeri. Indonesia saat
ini sangat membutuhkan adanya suatu sokongan dana untuk kelanjutan pembangunan.
Oleh karena itu diperlukan adanya suatu investasi di Indonesia baik itu
investasi dari masyarakat dalam negeri maupun luar negeri. Investasi
dikembangkan dalam pasar modal dimana di dalamnya dipertemukan antara pihak
yang memiliki kelebihan modal (investor)
dengan orang yang membutuhkan modal (issuer).
Di tengah kemerosotan tingkat pertumbuhan ekonomi nasional, yang juga berimbas
ke sektor pasar modal selaku subsistem dari perekonomian nasional Indonesia,
kini industri pasar modal Indonesia mulai melirik pengembangan penerapan prinsip-prinsip syariah Islam sebagai
alternatif instrumen investasi dalam kegiatan pasar modal di Indonesia.
Islam memandang kehidupan
sebagai satu kesatuan dan tidak dapat dipilah-pilah, serta memandang kehidupan
seseorang sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat. Masing-masing
individu saling melengkapi dalam tatanan sosial kehidupan sehari-hari. Bagi
negara Indonesia dimana mayoritas penduduknya beragama Islam, kehadiran suatu
investasi yang sesuai dengan Islam dalam hal ini syariah tentu menjadi suatu
terobosan yang menarik untuk dikaji. Suatu invesatsi yang diintisarikan dari
ajaran-ajaran agama yang menjadi bagian kehidupan sehari-hari sebagian
masyarakat Indonesia.
Mengingat
Islam di Indonesia merupakan suatu bagian dari berbagai agama maka hal-hal yang
berkaitan dengan syariah – seperti investasi syariah – hendaknya bukan untuk
saling menonjolkan kekuatan satu sama lain akan tetapi untuk saling menutupi
kekurangan yang ada, sehingga diharapkan akan didapatkan suatu sistem yang
lebih baik.
KONSEP DASAR INVESTASI SYARIAH: KONSEP INVESTASI
MODAL DALAM EKONOMI SYARIAH
A. KONSEP DASAR INVESTASI SYARIAH
Dalam ajaran Islam, bahwa kegiatan berinvestasi
dapat dikategorikan sebagai kegiatan ekonomi yang sekaligus kegiatan tersebut
termasuk kegiatan muamalah yaitu suatu kegiatan yang mengartur hubungan antar
manusia. Sementara itu berdasarkan kaidah Fikih, bahwa hukum asal dari kegiatan
muamalah itu adalah mubah (boleh) yaitu semua kegiatan dalam pola hubungan
antar manusia adalah mubah (boleh) kecuali yang jelas ada larangannya (haram).
Ini berarti ketika suatu kegiatan muamalah yang kegiatan tersebut baru muncul
dan belum dikenal sebelumnya dalam ajaran Islam maka kegiatan tersebut dianggap
dapat diterima kecuali terdapat implikasi dari Al Qur’an dan Hadist yang melarangnya
secara implisit maupun eksplisit.[3]
Dalam beberapa literatur Islam
klasik memang tidak ditemukan adanya terminologi investasi maupun pasar modal,
akan tetapi sebagai suatu kegiatan ekonomi, kegiatan tersebut dapat
diketegorikan sebagai kegiatan jual beli (al Bay). Oleh karena itu untuk
mengetahui apakah kegiatan investasi di pasar modal merupakan sesuatu yang
dibolehkan atau tidak menurut ajaran Islam, kita perlu mengetahui hal-hal yang
dilarang/ diharamkan oleh ajaran Islam dalam hubungan jual beli. Ada beberapa
landasan syariah baik dalam Al Quran, Hadis maupun kaidah fiqih yang mendasari
investasi, di antaranya:
“...Allah
menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba....” (QS Al-Baqarah [2]: 275);
“Hai
orang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan
perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu ....” (QS Al Nisa
[4]: 29);
“Hai
orang-orang yang beriman! Penuhilah akad-akad itu....” (QS Al Ma’idah [5] : 1).
“ Rasulullah saw melarang jual beli (yang
mengandung) gharar” (HR
Al Baihaqi dari Ibnu Umar).
“Tidak boleh menjual sesuatu hingga kamu memiliki” (HR Baihaqi dari Hukaim bin Hizam).
Berdasarkan Al-Qur’an, Hadist dan pendapat para ahli fiqh (ajaran islam),
sesuatu yang dilarang atau diharamkan adalah:[4]
- Haram karena bendanya (zatnya).
Pelarangan kegiatan muamalah ini disebabkan karena
benda atau zat yang menjadi objek dari kegiatan tersebut berdasarkan ketentuan
al Qur’an dan Hadist telah dilarang/ diharamkan. Benda-benda tersebut, antara
lain : a. Babi, b. Khamr (minuman keras), c. Bangkai binatang, d. Darah.
- Haram selain karena bendanya
(zatnya).
Pengertian dari pelarangan atas kegiatan ini
adalah suatu kegiatan yang objek dari kegiatan tersebut bukan merupakan
benda-benda yang diharamkan karena zatnya artinya benda-benda tersebut
benda-benda yang dibolehkan (dihalalkan). Akan tetapi benda tersebut menjadi
diharamkan disebabkan adanya unsur : a. Tadlis, b. Taghrir/ Gharar, c. Riba, d.
Terjadinya ikhtikar dan Bay Najash.
- Tidak sahnya akadnya.
Seperti halnya dengan pengharaman disebabkan
karena selain zatnya maka pada kegiatan ini benda yang dijadikan objeknya
adalah benda yang berdasarkan zatnya dikategorikan halal (dibolehkan) tetapi
benda tersebut menjadi haram disebabkan akad atau penjanjian yang menjadikan dasar
atas transaksi tersebut dilarang/ diharamkan oleh ajaran Islam.
Perjanjian-perjanjian tersebut, antara lain: a. Ta’aluq, b. Terjadi suatu
perjanjian dimana pelaku, objek dan periodenya sama.
Rasululloh
sendiri tidak setuju membiarkan sumber daya modal tidak produktif dengan
mengatakan, “Berikanlah kesempatan kepada
mereka yang memiliki tanah untuk memanfaatkannya dengan caranya sendiri jika
hal itu tidak dilakukannya, hendaknya diberikan pada orang lain agar
memanfaatkannya” (HR Muslim).
Khalifah
Umar juga menekankan agar umat Islam Menggunakan modal mereka secara produktif
dengan berkata, “Mereka yang mempunyai
uang perlu menginvestasikannya, dan mereka yang mempunyai tanah perlu
mengeluarkannya.” Hal tersebut menunjukkan bahwa Islam sangat menekankan
umatnya untuk melakukan investasi.
Investasi
yang diakui oleh hukum positif yang berlaku belum tentu sesuai dengan prinsip
Islam. Ada beberapa aspek yang harus dimiliki dalam berinvestasi menurut
pandangan Islam, yaitu:
- Aspek
material atau finansial. Artinya suatu bentuk investasi hendaknya
menghasilkan manfaat finansial yang kompetitif dibandingkan dengan bentuk
investasi lainnya.
- Aspek
kehalalan. Artinya suatu bentuk investasi harus terhindar dari bidang
maupun prosedur yang syuhbat atau
haram. Suatu bentuk investasi yang tidak halal hanya akan membawa
pelakunya kepada kesesatan serta sikap perilaku destruktif secara individu
maupun sosial.
- Aspek
sosial dan lingkungan. Artinya suatu bentuk investasi hendaknya memberikan
kontribusi positif bagi masyarakat banyak dan lingkungan sekitar, baik
untuk generasi saat ini maupun yang akan datang.
- Aspek
pengharapan kepada ridha Allah. Artinya suatu bentuk investasi tertentu
itu dipilih adalah dalam rangka mencapai ridha Allah.[5]
B. INVESTASI KONVENSIONAL
Investasi
adalah penundaan konsumsi sekarang untuk digunakan di dalam produksi yang
efisien selama periode waktu yang tertentu. Dengan adanya kesempatan produksi
yang efisien, penundaan konsumsi sekarang untuk diinvestasikan ke produksi
tersebut akan meningkatkan utiliti total.[6]
Dalam pengertian yang lain investasi adalah menanamkan atau menempatkan aset,
baik berupa harta maupun dana, pada sesuatu yang diharapkan akan memberikan
hasil pendapatan atau akan meningkatkan nilainya di masa mendatang. Atau secara
sederhana, investasi berarti mengubah cashflow
agar mendapatkan keuntungan atau jumlah yang lebih besar di kemudian hari.
Sedangkan investasi keuangan adalah menanamkan dana pada surat berharga (financial asset) yang diharapkan akan
meningkatkan nilainya di masa mendatang.[7]
Investasi
ke dalam aktiva keuangan dapat berupa investasi langsung dan investasi tidak
langsung. Investasi langsung dilakukan dengan membeli aktiva keuangan yang
dapat diperjualbelikan di pasar uang (money
market), pasar modal (capital market),
atau pasar turunan (derivative market).
Investasi langsung juga dapat dilakukan dengan membeli aktiva keuangan yang
tidak dapat diperjual belikan. Aktiva keuangan yang tidak dapat diperjual
belikan biasanya diperoleh melalui bank komersial. Aktiva-aktiva ini dapat
berupa tabungan di bank atau sertifikat deposito.
Sebaliknya investasi tidak
langsung dilakukan dengan membeli surat-surat berharga dari perusahaan
investasi. Perusahaan investasi adalah perusahaan yang menyediakan jasa
keuangan dengan cara menjual sahamnya ke publik dan menggunakan dana yang
diperoleh untuk diinvestasikan ke dalam portofolionya. Perusahaan investasi
dapat diklasifikasikan sebagai unit
investment trust, closed-end investment companies dan open-end investment companies.
C. INVESTASI SYARIAH
Investasi syariah adalah suatu investasi
yang pada prinsipnya terkait secara langsung dengan suatu aset atau kegiatan
usaha yang spesifik dan menghasilkan manfaat, karena hanya atas manfaat
tersebut dapat dilakukan bagi hasil. Investasi syariah mempunyai
batasan-batasan tersendiri yang berbeda dibandingkan investasi konvensional.
Batasan tersebut adalah berupa kesesuaian suatu produk investasi atas
prinsip-prinsip ajaran Islam. Dewan Syariah Nasional (DSN) suatu lembaga
dibawah MUI (Majelis Ulama Indonesia) yang dibentuk tahun 1999 telah
megeluarkan ketentuan mengenai kegiatan investasi di pasar modal syariah.
Ketentuan tersebut dituangkan kedalam beberapa fatwa MUI tentang kegiatan
investasi yang sesuai syariah ke dalam produk-produk investasi di Pasar Modal
Indonesia. Fatwa DSN Nomor : 40/DSN-MUI/X/2003 tanggal 4 Oktober 2003 tentang
Pasar Modal Dan Pedoman Umum Penerapan Prinsip Syariah Di Bidang Pasar Modal,[8]
telah menentukan tentang kriterian produk-produk investasi yang sesuai dengan
ajaran Islam. Pada intinya, produk tersebut harus mememuhi syarat, antara lain
:
- Jenis Usaha, produk barang dan jasa
yang diberikan serta cara pengelolaan perusahaan Emiten tidak merupakan
usaha yang dilarang oleh prinsip-prinsip Syariah, antara lain :
- Usaha perjudian atau permaian yang
tergolong judi atau perdagangan yang dilarang.
- Lembaga Keuangan konvensional
(ribawi), termasuk perbankan dan asuransi konvensional.
- Produsen, distributor, serta
pedagang makanan dan minuman haram.
- Produsen, distributor, dan/ atau
penyedia barang/ jasa yang merusak moral dan bersifat mudarat.
- Jenis Transaksi harus dilakukan
menurut prinsip kehati-hatian serta tidak diperbolehkan melakukan
spekulasi yang didalamnya mengandung unsur dharar, gharar, maysir, dan
zhulm meliputi : najash, ba’i al
ma’dun, insider trading, menyebarluaskan informasi yang menyesatkan
untuk memperoleh keuntungan transaksi yang dilarang, melakukan investasi
pada perusahaan yang pada saat transaksi tingkat (nisbah) hutang
perusahaan kepada lembaga keaungan ribawi lebih dominan dari modalnya, margin trading dan ikhtiar.[9]
Selain itu investasi syariah harus mendasarkan
diri pada prinsip halal dan maslahah. Aspek kehalalan investasi mencakup
hal-hal berikut:
1. Niat
dan motivasi.
Motivasi yang halal adalah transaksi yang
berorientasi kepada hasil yang win-win,
yaitu saling memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang terlibat dalam transaksi.
2.
Transaksi.
Transaksi bisnis yang dibenarkan
adalah memenuhi syarat sebagai berikut:
- Pihak-pihak yang berransaksi adalah mereka
yang memiliki kesadaran dan pemahaman akan bentuk dan konsekuensi
transaksi.
- Barang atau jasa yang ditransaksikan adalah
benda atau jasa yang halal, yang diketahui karakteristiknya oleh pihak
yang terlibat.
- Bentuk transaksi jelas, baik secara
lisan maupun tulisan dan dipahami oleh para pihak yang terlibat.
- Adanya kerelaan dari para pihak yang
terlibat dalam transaksi tersebut.
3.
Prosedur pelaksanaan transaksi
Sesudah dilaksanakan akad antara
pihak yang berbisnis, maka pelaksanaannya tidak boleh menyimpang dari kekuatan
awal. Masing-masing pihak harus bersikap amanah dan profesional. Tidak boleh
melakukan tindakan-tindakan yang mengarah kepada kecurigaan, apalagi wanprestasi.
4.
Penggunaan barang atau jasa yang ditransaksikan.
Kehalalan itu tidak cukup hanya pada
barang atau jasa, melainkan juga termasuk penggunaannya. Oleh karena itu,
penggunaan yang tidak benar atau untuk tujuan yang tidak benar, meskipun benda
atau jasa tersebut pada asalnya adalah halal, maka ia dapat jatuh ke haram.
Sedangkan aspek prinsip maslahah
mendasarkan pada asas manfaat yang merupakan hal yang esensial dalam
bermuamalah. Para pihak yang terlibat dalam investasi, masing-masing harus
dapat memperoleh manfaat sesuai dengan porsinya.
- Manfaat yang timbul harus dirasakan
oleh pihak yang bertransaksi.
- Manfaat yang timbul, harus dapat
dirasakan oleh masyarakat pada umumnya.
Seluruh investasi memungkinkan untuk mendatangkan
keuntungan yang sedikit secara sementara, namun akhirnya akan membawa kerugian
yang demikian banyak dan tidak bisa diperbaiki, dianggap oleh Al Quran sebagai
bisnis yang sungguh-sungguh merugikan dan tidak membawa maslahah. Kerugian ini diasumsikan sebagai merusakkan proporsi
karena perbendaharaan akhirat yang abadi diperdagangkan dengan kenikmatan dunia
yang fana.
D. INVESTASI MODAL DALAM EKONOMI SYARIAH
Modal
merupakan salah satu sarana untuk meningkatkan distribusi aset di masa
mendatang, di samping memberikan kepuasan pribadi dan jasa juga membantu untuk
menambah kekayaan. Menurut Prof. Thomas, milik individu dan negara yang
digunakan untuk menambah aset selanjutnya disebut modal.[10]
Agar jumlah modal serta aset terus meningkat, maka setiap masyarakat dianjurkan
untuk terus berusaha.
Berkaitan
dengan ini, Umar Chapra mengemukakan beberapa cara untuk meningkatkan modal,
yaitu:[11]
1. Sikap Yang Tidak Berlebihan Terhadap
Pengeluaran
Menghindari
sikap boros atau berlebihan merupakan inti dari pesan Islam terhadap semua
aktivitas manusia. Pesan ini dinyatakan secara jelas dalam Al Quran surat Al
A’raf ayat 31: “Makanlah dan minumlah,
tetapi jangan berlebih-lebihan, sesunggguhnya Allah tidak menyukai orang yang
melampaui batas.”
Pesan
Al Quran di atas menyiratkan betapa besar perhatian Islam terhadap masalah
perekonomian dengan mengambil jalan tengah di antara sikap ekstrem yaitu sikap
boros atau berlebihan dan kikir.
2. Membatasi Uang Yang Tidak Terpakai
Sikap
boros secara tegas telah dilarang dalam Islam, demikian juga halnya dengan
penyimpanan uang tidur dikecam oleh Islam. Oleh karena itu sumber daya yang
telah dianugerahkan Allah hendaknya dimanfaatkan sesuai dengan batas-batas yang
telah diizinkan Islam.
3. Penggunaan Tabungan Secara Efisien
Pentingnya
mengorganisasikan dan mengatur sistem keuangan dengan mengurangi pemborosan,
sekaligus memobilisasikan dana tabungan dan menyalurkan untuk hal-hal sosial
produktif. Berarti modal yang dimiliki bukan hanya memperhitungkan keuntungan
pribadi tetapi juga kepentingan sosial.
4. Memanfaatkan Sumber Daya Dan Peran Pemerintah
Prinsip
Islam untuk menghindari pemborosan serta menggunakan sumber daya secara efisien
tidak hanya berlaku bagi individu, tetapi juga bagi masyarakat. Hal ini
ditekankan karena pemerintah sebagai kepercayaan rakyat akan menggunakan sumber
daya untuk kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu pemerintah perlu
mengevaluasi program-program dengan mengurangi defisit anggaran yang
berlebihan. Dengan demikian negara perlu memainkan peran aktif bukan hanya
sampai nilai-nilai Islam terinternalisasikan di kalangan umat Islam, tetapi
juga untuk menjamin kelanjutan dan mencegah segala bentuk penyimpangan.
Selanjutnya
upaya-upaya yang dapat dilakukan umat Islam untuk menyalurkan investasi modal
itu sendiri adalah:[12]
1. Pemilikan Tunggal
Pada
dasarnya seorang pengusaha dapat menambah sumber keuangannya melalui donatur
yang telah terbukti memainkan peranannya dalam ekonomi Islam dan cenderung
menjadi sumber keuangan jangka pendek.
2. Kombinasi Pemilikan Pribadi dan Kerjasama
Suatu
organisasi bisnis dalam prakteknya akan mencerminkan kombinasi antara pemilikan
pribadi dan mudharabah atau kombinasi
antara syirkah dan mudharabah. Dalam hal itu tidak semua
penabung berminat untuk berperan serta mengelola suatu usaha, tetapi hanya
mencari peluang menginvestasikan dana yang berlebih untuk jangka waktu pendek
dan menengah. Dana ini dapat diinvestasikan melalui lembaga keuangna yang
bekerja atas prinsip-prinsip Islam.
3. Perusahaan Patungan
Perusahaan
patungan bersama lembaga-lembaga keuangan merupakan bentuk investasi yang
disukai oleh para penabung yang tidak memiliki lapangan usaha sendiri serta
tidak mempunyai keahlian untuk menilai suatu usaha. Pembagian kolektif akan
lebih lebih menarik untuk melakukan investasi atau menjual investasinya jika
mereka menginginkan likuiditas. Dengan demikian hal ini membantu terlaksananya
penyebarluasan pemilikan lapangan usaha dan meraih distribusi pendapatan dan
kekayaan.
4. Syirkah (Perseroan)
Syirkah mengacu pada kerjasama antara
dua orang atau lebih. Atau transaksi antara dua orang atau lebih, yang
dua-duanya sepakat untuk melakukan kerjasama yang bersifat finansial dengan
tujuan mencari keuntungan. Transaksi perseroan (syirkah) ini mengharuskan adanya ijab dan qabul, sebagaimana
layaknya transaksi lain, karena kalau didasarkan kepada kesepakatan saja,
dinilai masih belum cukup. Sedangkan syarat sahnya transaksi ini tergantung
pada sesuatu yang bisa dikelola dan sama mengikat masing-masing.[13]
Berdasarkan
uraian di atas dapat dipahami, alangkah lebih kalau sarana untuk melakukan
investasi modal didasarkan perekonomian yang Islami. Salah satu sarana tersebut
adalah dengan menekankan perlunya pengorganisasian pasar modal yang lebih
efisien, agar dapat meningkatkan dana dan menyediakan likuiditas bagi investor,
dengan membuat peraturan pasar modal yang cukup fit, sehingga tujuan sosio-ekonomi
dapat tercapai.
Pasar
modal sebagaimana di dunia kapitalis dengan fluktuasi nilai efek yang tidak
stabil, tidak menawarkan jalan keluar dalam perekonomian sekarang.
Ketidakstabilan ini disebabkan gerakan yang tidak sehat dan spekulasi
pembayaran uang atau obral dengan harga marginal yang tidak sungguh-sungguh. Di
samping itu para spekulan mencari keuntungan dari perbedaan harga dalam
transaksi jangka pendek. Dengan kata lain spekulasi pasar modal cenderung
mengguncang harga melalui pembelian yang berlebihan.[14]
Tidak
demikian halnya dalam ekonomi Islam, pasar modal berusaha membatasi dan
meminimalisir spekulasi dari investor dengan penghapusan riba. Penghapusan riba
dengan menerapkan pembelian tunai di pasar modal semwestinya membuahkan
perilaku harga yang teratur dengan tujuan melindungi investor.
Di
samping itu masih terdapat bentuk lain yang sesuai dengan ajaran Islam,
sehingga mapu membatasi praktik-praktik pasar yang tidak sehat, meliputi
keterbukaan pada semua bahan material pada modal dan dividen yang ditawarkan di
pasar primer dan pasar sekunder, menghilangkan praktik perdagangan yang tidak fair, dan membatasi manipulasi harga
patungan yang dilakukan oleh pedagang perantara, pemegang saham dan spekulan
lain atas dasar pedagang perantara, pemegang saham dan spekulan lain atas dasar
pengetahuan mereka mengenai pasar modal yang diperoleh dari insider trading. Sementara harga saham
di pasar modal ditentukan oleh penawaran dan permintaan (supply and demand).
E. PROBLEM-PROBLEM PENGEMBANGAN INVESTASI SYARIAH
Investasi syariah di Indonesia masih
tergolong lambat dalam perkembangannya. Lambatnya perkembangan investasi
syariah di pasar modal Indonesia tersebut dikarenakan masih adanya beberapa
permasalahan mendasar yang menjadi kendala. Kendala-kendala sebagaimana yang
telah teridentifikasi diantaranya adalah selain masih belum meratanya pemahaman
dan atau pengetahuan masyarakat Indonesia tentang investasi di pasar modal yang
berbasis syariah, juga adanya anggapan bahwa untuk melakukan investasi di pasar
modal syariah dibutuhkan biaya yang relatif lebih mahal apabila dibandingkan
dengan investasi pada sektor keuangan lainnya. Adapun kendala dan atau hambatan
dimaksud diantaranya adalah :
- Tingkat pengetahuan dan pemahaman
tentang investasi syariah ;
- Ketersediaan informasi tentang investasi
syariah ;
- Minat pemodal atas efek syariah ;
- Kerangka peraturan tentang penerbitan
efek syariah ;
- Pola pengawasan (dari sisi syariah)
oleh lembaga terkait ;
- Pra-proses (persiapan) penerbitan
Efek syariah ;
- Kelembagaan atau Institusi yang
mengatur dan mengawasi kegiatan investasi syariah di Indonesia ;
Bagi masyarakat, pemahaman
akan ekonomi syariah belum tersosialisasi dengan baik. Kalaupun ekonomi syariah
dikenal, masyarakat lebih banyak mengenal bank syariah. Begitu pula dengan
keberadaan investasi syariah saat ini belum dikenal luas oleh masyarakat.
Disadari bahwa sosialisasi dan pemahaman masyarakat akan produk syariah memang
masih terbatas. Meskipun penduduk Indonesia sebagian besar adalah umat Islam,
tetapi pengembangan produk syariah masih dini dan belum berkembang dengan baik
termasuk dalam hal ini adalah produk investasi syariah.
Selain itu banyak tantangan
dan hambatan dari investasi syariah dalam hal sistem dan mekanismenya.
Tantangan dan ganjalan yang dihadapi dalam investasi syariah adalah konsep bagi
hasil yang tidak mampu memberikan patokan tingkat penghasilan yang pasti.
Pintar tidaknya sang pengelola dana akan menjadi ukuran sekaligus berdampak
pada hasil yang bisa diperoleh investor. Disadari bahwa instrumen investasi
syariah masih terbatas, sehingga kemampuan pengelola dana dalam mengatur
portofolionya juga harus piawai. Diversifikasi investasi yang terbatas jelas
akan menyulitkan pengelola dana. Oleh karena itu, investasi syariah mempunyai
risiko yang lebih tinggi.
Hal yang sama juga dialami
dalam produk syariah perbankan. Dalam produk syariah perbankan, juga didasarkan
pada konsep bagi hasil sehingga patokan tingkat penghasilan juga tidak pasti.
Kemampuan pengelola atau profesionalisme yang terlibat di dalamnya akan sangat
menentukan kinerja perbankan syariah.
Jika kinerja bank syariah
jeblok, deposito nasabah juga tidak berkembang. Risiko inilah yang tidak
dipikul deposan bank konvensional, sehingga kendati bank mengalami kerugian,
investasi yang ditanam bisa tetap tumbuh. Ini nilai tambah produk konvensional
dibanding produk investasi syariah.
Dalam asuransi syariah juga
didasarkan pada bagi hasil dan kegagalan juga berdasarkan beban bersama (sharing the burden). Hal ini bisa
dilihat dari aspek pengelolaannya. Dalam produk asuransi konvensional, risiko
dipindahkan dari klien ke perusahaan (transfer
of risk), sementara dalam asuransi syariah, risiko tersebut ditanggung
bersama-sama (sharing of risk). Jadi,
risiko tidak menjadi beban perusahaan, namun tanggungan bersama.
Dengan model seperti itu, dana
peserta dibagi menjadi dua, dana investasi dan dana kumpulan peserta (tabarru'). Dana investasi murni menjadi
hak peserta, sedangkan tabarru' merupakan penyisihan dari premi yang memang
diikhlaskan untuk menjadi dana bersama. Dana inilah yang digunakan untuk
membayar klaim. Seluruh dana tersebut kemudian dikelola oleh pihak asuransi ke
berbagai bentuk investasi.
Di sinilah nilai tambah
asuransi syariah dibanding asuransi konvensional. Pasalnya, ada garis tegas
yang memisahkan dana pemegang saham dengan dana peserta. Dana peserta ini
kemudian diinvestasikan. Setelah dipotong biaya usaha, hasilnya akan dibagi
berdasarkan kesepakatan awal. Cuma, umumnya porsi untuk peserta lebih besar
ketimbang yang diperoleh pihak asuransi.
Sebagai sebuah produk syariah,
investasi syariah jelas harus sesuai dengan prinsip nilai-nilai agama (Islam).
Tujuannya untuk menciptakan dan mencapai tata ekonomi yang lebih beretika.
Misalya, Islam melarang riba. Sebab riba merupakan praktik ekonomi yang
eksploitatif karena memanfaatkan kondisi mereka yang lemah atau dalam kondisi
kesulitan. Riba juga timbul dari praktik utang piutang dan perdagangan.
Misalnya, sale and lease back dan short
selling yang cenderung spekulasi.
Dalam konsep syariah, tidak
boleh memperjualbelikan sesuatu yang belum tentu ada dan mungkin saja tidak
terjadi. Dengan demikian praktik investasi syariah juga harus menghindari
konsep riba. Selain itu, prinsip investasi syariah juga harus dilakukan tanpa
paksaan (ridha), adil dan transaksinya berpijak pada kegiatan produksi dan jasa
yang tidak dilarang oleh Islam, termasuk bebas manipulasi dan spekulasi. Hal
inilah yang membedakan antara investasi syariah dan konvensional.[15]
F. SOLUSI PENGEMBANGAN INVESTASI SYARIAH
Walaupun banyak hambatan dan rintangan
yang dihadapi oleh investasi syariah, bukan berarti investasi syariah sulit
untuk dikembangkan. Dalam rangka mendorong dan mengembangkan kegiatan investasi
syariah di pasar modal Indonesia, perlu dilakukannya hal-hal sebagai berikut :[16]
- Penyusunan kerangka peraturan yang
lebih jelas dalam rangka penerbitan efek syariah dan kegiatan investasi
syariah di pasar modal ;
- Membentuk pola kelembagaan (hubungan
antara Bapepam, SROs, DSN, dan Profesi) yang efisien dalam fungsi dan
peran untuk mengatur, membina, mengawasi, terhadap pelaku dalam menjalankan
kegiatan investasi syariah di pasar modal ;
- Meningkatkan secara intensif program
sosialisasi tentang kegiatan investasi syariah di pasar modal yang
mencakup antara lain : prinsip-prinsip dasar, produk, mekanisme transaksi,
peraturan dan pola pengawasannya.
Selain itu beberapa solusi lain
yang bisa diterapkan untuk mengembangkan investasi syariah antara lain:[17]
- Perlu
ada perdagangan pasar uang berdasarkan akad bai ad-dayn. Namun diisyaratkan bahwa penjualan promissory note dilakukan secara
tunai karena bila tidak tunai akan terjadi jual beli hutang. Itupun
terbatas pada surat berharga yang merepresentasikan barang atau jasa.
- Penempatan
antar bank harus dilakukan dengan skim
mudharabah. Produk ini hanya dapat dilakukan sesama bank syariah atau
cabang syariah bank konvensional. Adapun jangka waktu penempatannya dapat
dilakukan selama satu malam sampai dengan satu tahun.
- Ada
sistem kliring bank syariah yang harus diikuti oleh bank syariah.
Bank-bank ini harus menyimpan giro wajib minimum di bank sentral dengan skim wadi’ah, kemudian kliring
otomatis akan dilakukan. Bank-bank yang mempunyai kelebihan likuiditas
secara otomatis akan ditempatkan dananya di bank-bank yang kekurangan
likuiditas dengan skim mudharabah.
- Dilakukan
sekuritisasi surat utang syariah, kemudian dijual dalam bentuk obligasi di
pasar sekunder dengan skim
mudharabah. Obligasi syariah berbeda dengan zero coupon bond karena obligasi syariah memberikan bagi hasil
sedangkan zero coupon bond
memberikan hasil nihil. Obligasi yang diperjual belikan dalam syariah
adalah merepresentasikan ‘ayn (barang
atau jasa).
- Dalam
Islam, jual beli waran dikategorikan haram walaupun waran termasuk
investasi jangka panjang, karena hanya menjual dokumen (dayn).
- Adanya agregate purchase restriction, yaitu
batasan bahwa volume transaksi tidak boleh melebihi hutang yang
dimilikinya.
- Free riding restriction, yaitu setiap pembelian harus lunas
sebelum dapat dijual kembali.
- Margin trading dan short selling dilarang. Margin
trading merupakan transaksi jual beli valas tanpa pergerakan dana
dengan menggunakan sejumlah dana dalam prosentase tertentu sebagai
jaminan. Jual beli valas ini dilakukan bukan untuk memilikinya melainkan
hanya untuk spekulasi.
- Transaksi
option yang tidak mensyaratkan
adanya kompensasi sejumlah uang untuk hak yang diberikannya kepada penjual
diperbolehkan, atau bila kedua pihak yang melakukan transaksi berniat
untuk benar-benar melakukan jual beli.
- Jenis
dari surat-surat berharga ribawi lainnya seperti Sertifikat Bank Indonesia
(SBI), Surat Berharga Pasar Uang (SPBU), dan lain-lain juga dilarang.
- Pseudo Demand dan Supply serta Insider
Trading dilarang. Pseudo Demand dan
Supply dapat menyebabkan
seolah-olah terjadi perdagangan yang aktif sehingga mengakibatkan
terciptanya informasi yang menyesatkan mengenai keadaan pasar dengan
maksud mengambil keuntungan dari timbulnya gejolak harga akibat
tersebarluasnya informasi tersebut.
- Future atau
forward dan swap boleh
dilakukan dengan syarat sekadar kesepakatan untuk melaksanakan jual beli,
bukan hanya jual beli itu sendiri. Implikasinya adalah tidak ada hak dan
kewajiban penjual-pembeli yang dapat dipindahkan kepada pihak ketiga.
KESIMPULAN
Kehadiran
sistem ekonomi syariah di Indonesia yang menjadi salah satu solusi pembangunan
bangsa dan negara karena tuntutan atas kesadaran umat Islam terhadap ajaran
agamanya, yang notabene menjadi bangsa muslim terbesar dengan jumlah
penduduknya mayoritas beragama Islam, sehingga tuntutan penerapan sistem
ekonomi Islam tidak bisa terelakkan lagi.
Investasi
syariah yang merupakan suatu sistem dari ekonomi syariah hendaknya juga bisa
menjadi salah satu sistem ekonomi yang bisa diterapkan di Indonesia walaupun
sistem ini tergolong masih baru. Sebagai hal yang baru memang investasi syariah
belum dikenal luas oleh masyarakat. Oleh karenanya sudah sepantasnya apabila
pelaku ekonomi syariah menyosialisasikan investasi syariah kepada masyarakat
luas.
Yang
perlu diperhatikan adalah bahwa semua orang mempunyai tujuan yang sama dalam
berinvestasi yaitu mengharapkan suatu return
dari hasil investasinya. Return yang
diharapkan tentunya sebuah keuntungan bukan sebuah kerugian. Keuntungan yang
diharapkanpun merupakan keuntungan dalam jumlah yang besar. Oleh karenanya
seorang investor harus berhati-hati mengenai return yang diperoleh jangan
sampai return tersebut merupakan riba, karena tidak sesuai dengan hasil
produktif yang telah disumbangkan.
Dalam berinvestasi selain keuntungan, hal lain yang
menjadi suatu kepastian adalah risk
atau risiko. Dalam investasi syariah pembagian antara return dan risiko
hendaklah dilakukan secara transparan sehingga kedua belah pihak tidak merasa
mencurigai satu sama lain apalagi merasa dirugikan. Dengan demikian diharapkan pembagian
return dan risiko dilakukan dengan adil antara piha-pihak yang bersangkutan.
Kita biasa mengenal istilah tersebut dengan istilah risk sharing (risiko ditanggung bersama-sama). Jadi, risiko tidak
menjadi beban perusahaan, namun tanggungan bersama. Dengan model seperti itu,
dana peserta dibagi menjadi dua, dana investasi dan dana kumpulan peserta (tabarru'). Dana investasi murni menjadi
hak peserta, sedangkan tabarru' merupakan penyisihan dari premi yang memang
diikhlaskan untuk menjadi dana bersama. Dana inilah yang digunakan untuk
membayar klaim. Seluruh dana tersebut kemudian dikelola ke berbagai bentuk
investasi.
Inti
utama daripada investasi syariah adalah mengajak masyarakat untuk bisa ikut
serta secara aktif dalam bidang perekonomian guna pembangunan negara. Mengingat
sistem yang digunakan adalah syariah maka sudah sepantasnyalah apabila bidang
yang diinvestasikan merupakan bidang yang dihalalkan oleh agama dan mengandung
unsur manfaat bagi kelangsungan kehidupan. Dengan adanya investasi ini, selain
masyarakat bisa ikut aktif dalam perekonomian, diharapkan juga adanya suatu
pemanfaatan aset-aset menganggur menjadi suatu aset yang produktif sehingga
pada akhirnya aset tersebut bisa berguna bagi yang lain yang notabene tidak
ataupun kurang mampu dalam kepemilikan aset tersebut.
Dalam
Islam kita dilarang untuk melakukan spekulasi yang tidak berdasar kepastiannya
secara jelas. Oleh karena itu investasi yang dilakukan hendaknya mempunyai
kepastian yang jelas. Apabila seseorang mempunyai sejumlah modal yang banyak
sementara kita dilarang untuk berspekulasi, ada baiknya apabila modal tersebut
diinvestasikan untuk hal-hal yang produktif sehingga bisa dimanfaatkan oleh
orang lain yang membutuhkannya. Sehingga ada upaya pengalihan dari aset yang
tidak produktif menjadi sesuatu yang produktif. Hal ini sangat sesuai dengan
ajran Islam mengingat kita dianjurkan untuk selalu bekerja keras bukan
bermalas-malasan sambil menunggu keuntungan yang tinggi tanpa upaya kerja
keras. Islam menganjurkan agar segala sesuatu yang ada menjadi sesuatu yang
bermanfaat bagi semuanya.
Walaupun
memiliki banyak kebaikan akan tetapi pada perkembangan awalnya investasi
syariah banyak mengalami suatu tantangan dan hambatan. Sebagai sesuatu yang
baru investasi syariah masih memiliki sedikit instrumen dalam sistem dan
mekanismenya. Selain itu, bagi hasil yang diterapkan sebagai pengganti bungapun
masih belum memiliki kepastian seberapa besar jumlahnya mengingat masih
sedikitnya instrumen yang dimiliki. Akan tetapi dengan tetap mantap berjalan
sesuai dengan koridor yang berlaku, investasi syariah memiliki prospek yang
bagus mengingat berbagai keunggulan yang dimiliki yang menomorsatukan asas
manfaat dan transparansi. Hal ini tentu menjadi sesuatu yang dijagokan dalam
sistem perekonomian dimana moral hazard
masyarakatnya sudah dalam taraf menurun. Diharapkan untuk masa ke depan,
investasi syariah bisa dijadikan sebagai solusi dalam menyokong perekonomian
Indonesia.
by: Tantowi Azizi Sahoed
[1] Nanang Sutrisno,“Permasalahan Pembangunan Hukum Ekonomi Dalam Era Pasar Bebas”, Seminar
Nasional yang dilangsungkan di Semarang, Jawa Tengah, tanggal 8 Juni 1996, hal.
2.
[2] Hadi Soesastro dan Iwan P. Hutajulu, Indonesia 2020, Wawasan Ekonomi, Sosial Budaya, dan Politik, Jakarta: Centre for Strategic and Internasional
Studies, 1994, hal. 8.
[3] Training Module on
Comprehensive Training on Sharia Banking, Karim Business Consulting.
[5] Muhammad Firdaus NH d.k.k., Sistem Keuangan dan Investasi Syariah, 2005,
Jakarta: Renaisan, hal. 12 s.d. 17.
[8] Dewan Syariah Nasional, Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional, 2003, Jakarta: Bank Indonesia-Dewan
Syariah Nasional, Edisi 2 hal. 263.
[9] Tim Studi Tentang Investasi Syariah di Pasar Modal Indonesia , Studi
Tentang Investasi Syariah di Pasar Modal Indonesia, 2004, Jakarta : BAPEPAM, hal 15 s.d. 16.
[10] Fazlur Rahman, Doktrin Ekonomi Islam Jilid I, 1995, Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf,
hal. 285.
[11] M. Umar Chapra, Al Quran Menuju Sistem Moneter yang Adil, Penerjemah Lukman Hakim,
1997, Yogyakarta: Dana Bhakti Prima Yasa, hal 56 s.d. 62.
[12] Ibid,
hal. 42 s.d. 46.
[13] Taqyudin An-Nabhani, Membangun Sistem Ekonomi Alternatif, 1996, Surabaya: Risalah Gusti,
hal. 156.
[14] M. Umar Chapra, op. cit., hal. 73 s.d. 74.
[15] Faisal Baasir, Prospek dan Risiko Dalam Investasi Syariah, Pikiran Rakyat edisi 01
Maret 2004.
[16] Tim Studi Tentang Investasi Syariah di Pasar Modal Indonesia , Op Cit, hal. 87 s.d. 88.
[17] Muhammad Firdaus NH, Op. Cit., hal. 40 s.d. 43.
Bismillah'hirahman'nirrahim
ReplyDeleteSahabat,
Barangkali rejeki bersama nih , yuk di cek link dibawah ...copy paste tulisannya share ke bos-bos...fee out transparan..... Terimakasih.
salam
#propertiaku
https://www.propertyakuindonesia.blogspot.com
PROPERTY INDONESIA - INDONESIA PROPERTY
NOTE:
- Keseriusan buyer mohon buyer siapkan bukti dana -
Thanks infonya. Oiya ngomongin investasi, ternyata ada loh beberapa mitos yang sering muncul dan itu bikin kita jadi enggan buat berinvestasi. Mau tau apa aja mitos itu? Yuk cek selengkapnya di artikel yang saya temuin ini:
ReplyDeleteMitos yang bikin enggan investasi